Senin, 14 Juli 2008

GERAH



GERAH......!




Detak detik, detak detik suara detak jantung jam.
Geal geol, lenggak lenggok, goyang kursi usang.
Ketepak, ketepak, kalender dinding menari terhempas angin siang.
Cengar cengir , sungging hidung-bibir tawai komedi panggung pikiran.
Begitu banyak permainan, scenario guyonan, actor-aktor musiman, berujung kepuasan. Apa itu senang? Apa itu bahagia? Apa itu kesuksesan?....




Aku bahagia, kamu senang, diya tertawa, kita menang…. Sukses dalam permainan, cerdas dalam tipuan. Ho…. Agungkan kegirangan……


Heh…. Kapan kita akan diam, kapan kita akan merenung, kapan kita akan melihat…. Sekeliling kita?


Tidakkah kita lihat ratapan,,,, tangisan, kelaparan, pembunuhan, penghianatan, pemerkosaan, daging-daging manusia tercincang, dor,, dor,, dor,,, teriak senapan, telanjang bulat laki-perempuan, genjat-genjot penindasanan,.


Semua..... semua demi kekuasaan, kepuasan. Sadar atau tidak kita tlah dipermainkan, diperbudak buncit keserakahan.



Sadar tak sadar, waras tak waras, mungkin kita tlah lama ambil bagian. Telanjangi kemaluan saudara, kawan, bahkan diri dan orang tua kita. Apa memang sudah sedemikian bobroknya moral kita?.. bergantian “pengamat” bilang, terangkan A samai Z. Bedah teori pra kehidupan hingga pasca peradaban, semua,,,,, hanyalah “kebenaran” terbingkai apik rekayasa.


Kapan kita mau mendengar kebenaran, jika kita sumbatkan gombal-gombal ENGGAN ke telinga, tak mau tahu soal DOSA.


Dimana ahli hikmah kau tempatkan? Atau tlah kau kubur bernisan kepalsuan?
Ya..ya..ya.. ahli hikmah itu terkubur dengan jasadnya, hanya kehormatannya kemudian tumbuh menjelma tanaman, ilalang, umbi-umbian, hutan kehijauan, segarnya mata air, sejuknya pegunungan, melimpahnya kekayaan lautan, mewahnya barang tambang. Tapi kenapa kita masih RakuS? Ditebasnya pepohonan, dikurasnya berlian lalu direcehkan keping uang. Telan bulat-bulat mentah atau matang, buncit sudah perut kita, rakus sudah predikat kita, gelap sudah mata hati kita...


Mengapa mahligai indah alam semesta in tak kau pahami sebagai kemurahan Pemberi Nikmat? Hanya titipan...... pernahkan berpikir kemurahan ini kan Ia cabut dari depan kita? Lalu diminta pertangungjawaban atasnya?


Kemurahan itu nikmat jika kita manfa’atkan, kita bagi, kita ratakan untuk kedamaian.... tapi laknat bagi keserakahan..... lupa pada-Nya.


Kenapa kita masih EGOIS, ArogaN, jika tubuh anak cucu, kita jual pada keserakahan asing, darah juang pahlawan kita gadaikandemi keGLAMORAN, karena gensi?????


GOBLOK.. GOBLOK.. GOBLOK...


Jangan ngomong politik jika serakah alatnya. Jangan janjikan keadilan jika nafsumu kekuasaan....
Bebaskan diri kita dari makhluk yang namanya SERAKAH.... mari lihat lagi dengan mata hati, mana yang harus kita bela, kita perjuangkan, dan mana yang harus kita tebas dan kubur habis-habisan.


Katanya CINTA? Katannya Mengabdi? Katanya berkorban?.... BUSSET... semua. Jika yang kita lakukan untuk semata memiliki, menguasai, merampas, CINTA itu ya MEMBERI,........ memberi,,, sekali lagi memberi !


Ajarkan diri sendiri untuk memberi, saling memberi, berjabat tangan, tepo seliro, jauhkan ketakutan, bangun kepercayaan dengan TindakaN, buang topeng-topeng dermawan, topeng-topeng kesholihan. Basahi muka kita dengan rasa malu, malu menindas, malu mengadu domba, malu jika kita saling memangsa..... dekatkan diri pada Pencipta, hitung amal yang tercipta dan berikan KEBAIKAN untuk semua.....