Rabu, 06 Agustus 2008

IMAMe EDAN








Satu cerita dari temen yang ngakunya pernah "nyemplung" jadi santri di sebuah pesantren Ponorogo di Jawa Timur. Tau Reok PONOROGO kan? Itung2 promosi budaya Indonesialah,,semua kan juga demi kelestarian budaya bangsa ki yang apik, unik dan aneh. Tapi memang itulah Indonesia.




Kembali ke cerita, dunia santri tak lepas dari dunia belajar, sore itupun setelah kumandang adzan Ashar, para santri putra mendapatkan kebebasan sejenak dari keseriusannya menggeluti kitab kuning yang selama 2 jam setelah shalat dzuhur telah dikuliti mulai dari baris hingga lembaran2 hasil karya para pakar tersebut.

Tak banyak waktu bagi para santri untuk segera menegakkan shalat ashar karena setelah shalat tersebut berarti waktu untuk berleha-leha sampai adzan maghrib tiba. Begitu iqamat diserukan, berbondong2 santri memenuhi masjid tempat mereka mengingat Sang Pemberi Hidup. Sebagai imam shalatnya, pengurus telah membuat jadwal imam yang terdiri dari ustadz2 atau santri yang sudah dianggap "tua".

Barisan jama’ah telah tersusun rapi hanya dengan komando seruan iqomat muadzin, namun kira-kira satu menit setelah barisan tersusun, sang imam tak juga kunjung datang untuk memimpin jama’ah. Ternyata memang sang imam yang terjadwal memimpin waktu itu sedang terkena demam, menggigil di kamarnya. sedangkan ustadz2 yang lain kebetulan sedang menghadiri walimahan (nikahan) salah satu santriwati (santri putri).

Tak seorang santripun yang berani mengimami jama’ah ashar sore itu, hingga akhirnya muncul sesosok tubuh ramping namun berwibawa menawarkan diri menjadi imam, serentak para santri heran dengan orang asing tersebut yang tak pernah kelihatan di sekeliling pesantren, atau jangan2 dia adalah salah satu cucu dari pengasuh pesantren? Begitulah pertanyaan yang menyelimuti benak santri. Akhirnya seorang santri memberanikan diri menguji kefasehan orang asing tersebut agar membaca ummul kitab (al-Fatihah). Dengan aura wajah yang bersinar dan terkesan berwibawa, orang asing tersebut menyampaikan Assalamu’alaikum....

Santri2 tak satupun yang bicara mendengar nyaring suara salam tersebut, karena memang indah dan empuk suara terdengar. Kemudian ia mulai membaca "bismillahirrahmaanirrahiim, alhamadulillahirobbil’alamiin....arrahmaanirrahiim....maalikiyaumiddiin........... waladdooliin...." serentak para santri menjawab "aamiin.... memang merdu dan sangat empuk suara orang itu, mungkin sudah khatam (selesai) mempelajari qira’ah sab’ah ( ilmu membaca alqur’an sesuai dengan kaidah bacaan dan berdasar pada bacaan tujuh Imam).

Tanpa ragu-ragu santri mempersilakan dia sebagai imam, raka’at pertama dilalui denga khusyuk, raka’at keduapun dilalui dengan khusyuk, seakan bertambah2 kekhusyukan jama’ah. Raka’at ketiga dan keempat seakan memyempurnakan kekhusyukan jama’ah tersebut. Pada saat sujud terakhir di raka’at ke empat, sang imam melakukan sujud lama sekali, dalam benak santri hal itu wajar2 saja karena biasanya pada saat sujud terakhir inilah imam terlena dalam kekhusyukannya menyembah dan berdo’a pada Allah, bahkan tangis kesedihan dan kebahagiaan yang luar biasa mengucur pada saat ini.

Dua puluh detik atau satu menit mungkin wajar untuk sebuah kekhusyukan, tetapi sekarang sudah sekitar lima menit imam belum juga memberi aba-aba bangun dari sujud. Satu orang santri yang berada tepat di belakang si imam perlahan melihat imam dengan menengadahkan wajah ke muka..........."lho...... IMAMe ILANG"........ teman sebelahnya menegaskan dengan berteriak ..."iyo ilang"... beruntun suara santri lainnya "mosok sih........." hingga akhirnya semua santri bangun dari shalatnya lalu menyempatkan imam yang penuh misteri.

"Apa terbang ke langit ya?" sahut salah seorang santri, "atau mungkin pindah ke mekkah?". Tiba2 terdengar teriak salah satu santri hanya bercelana kolor dan telanjang dada sambil menyangking kresek tempat sabun, ternyata santri telanjang tersebut barusan dari kamar mandi, dengan terengah2 "wong edan, wong edan, wong edan......" teriaknya. Teman2 lainnya kaget "mana, mana, mana... kenapa?" "tadi kayaknya ada orang yang nyuri pakaianku pas aku mandi, aku cek ternyata ilang bener.. terus aku lari ke jemuran ambil kolor ini lawong nggak ada yang lain, hujan juga baru berenti", malingnya keburu jauh. Karena pertama, si santri telanjang sibuk sedang cari pakaian. Kedua, jarak dari sungai ke masjid memang cukup jauh sekitar 200 meter.

"Terus ada apa?" tanya teman2nya. "nah barusan aku liat dia keluar dari masjid lewat pintu pengimaman lengkap dengan pakaianku" "oooooo" sahut santri yang lain, "pantesan imamnya ilang.. ternyata wong edan tho", "oalah IMAME EDAN..........."
Edan macem2 penyebabnya, ada yang pusing mikirin utang, masalah putus cinta, mendadak miskin, diselingkuhin, ada juga yang edan karena akalnya nggak kuat mikir ilmu kaya si imam di atas. Sahabat,,,, hidup nggak akan pernah sepi dari masalah sejak dulu sampek sekarang. Kalo diri kita nggak banyak2 ngademin pikiran dan hati, bisa2 kita nyumbang jenis edan yang baru dengan penyebab yang baru juga. Pikiran boleh panas ngak karuan mikirin masalah dan pemecahannya yang tumplek blek, tapi hati harus tetap dingin, yakin ada pemecahannya.

Obat untuk menjaga dan merawat hati biar tetep adem serta yakin bisa menghadapi segala masalah hanya mungkin jika hati kita tenang, berpikir panjang dan positif. Ramuan untuk meracik obat tersebut bahan2ya tersedia dalam shalat. Jangan pikir kita mau jadi orang baik kalau jiwa kita selalu gampang panas, mudah tersinggung, mudah down. Shalat walau sekarang masih kita rasakan sebagai beban, tapi harus tetap ditunaikan, nanti sobat2 akan tau sendiri ko betapa pentingnya shalat bagi kehidupan kita.

Manusia memang sangat lemah, buktinya mecahin masalah hatinya sendiri belum bisa, gitu mau segala urusan terpecahkan, ya ntar dulu dong, jaga hati agar selalu adem, yakin akan nikmat Allah, setiap nafas, setiap air yang kita minum, setiap suap nasi yang kita telan, itu hal2 kecil tapi coba bayangin kalo itu semua dicabut dari diri kita, betapa menderitanya kita sobat...


Jalan keluar sudah di siapkan oleh Allah hanya soal kita benar2 mau mencari jalan itu atau tidak. Setelah hati tertata mari kita mikirin siasat untuk menjadi orang yang lebih baik, anak yang lebih baik, orang tua, teman, pemimpin, petani, pedagang, guru dan menjadi hamba yang lebih baik di mata sesama manusia dan Tuhannya.
Yogyakarta, 06/08/’08

Senin, 14 Juli 2008

GERAH



GERAH......!




Detak detik, detak detik suara detak jantung jam.
Geal geol, lenggak lenggok, goyang kursi usang.
Ketepak, ketepak, kalender dinding menari terhempas angin siang.
Cengar cengir , sungging hidung-bibir tawai komedi panggung pikiran.
Begitu banyak permainan, scenario guyonan, actor-aktor musiman, berujung kepuasan. Apa itu senang? Apa itu bahagia? Apa itu kesuksesan?....




Aku bahagia, kamu senang, diya tertawa, kita menang…. Sukses dalam permainan, cerdas dalam tipuan. Ho…. Agungkan kegirangan……


Heh…. Kapan kita akan diam, kapan kita akan merenung, kapan kita akan melihat…. Sekeliling kita?


Tidakkah kita lihat ratapan,,,, tangisan, kelaparan, pembunuhan, penghianatan, pemerkosaan, daging-daging manusia tercincang, dor,, dor,, dor,,, teriak senapan, telanjang bulat laki-perempuan, genjat-genjot penindasanan,.


Semua..... semua demi kekuasaan, kepuasan. Sadar atau tidak kita tlah dipermainkan, diperbudak buncit keserakahan.



Sadar tak sadar, waras tak waras, mungkin kita tlah lama ambil bagian. Telanjangi kemaluan saudara, kawan, bahkan diri dan orang tua kita. Apa memang sudah sedemikian bobroknya moral kita?.. bergantian “pengamat” bilang, terangkan A samai Z. Bedah teori pra kehidupan hingga pasca peradaban, semua,,,,, hanyalah “kebenaran” terbingkai apik rekayasa.


Kapan kita mau mendengar kebenaran, jika kita sumbatkan gombal-gombal ENGGAN ke telinga, tak mau tahu soal DOSA.


Dimana ahli hikmah kau tempatkan? Atau tlah kau kubur bernisan kepalsuan?
Ya..ya..ya.. ahli hikmah itu terkubur dengan jasadnya, hanya kehormatannya kemudian tumbuh menjelma tanaman, ilalang, umbi-umbian, hutan kehijauan, segarnya mata air, sejuknya pegunungan, melimpahnya kekayaan lautan, mewahnya barang tambang. Tapi kenapa kita masih RakuS? Ditebasnya pepohonan, dikurasnya berlian lalu direcehkan keping uang. Telan bulat-bulat mentah atau matang, buncit sudah perut kita, rakus sudah predikat kita, gelap sudah mata hati kita...


Mengapa mahligai indah alam semesta in tak kau pahami sebagai kemurahan Pemberi Nikmat? Hanya titipan...... pernahkan berpikir kemurahan ini kan Ia cabut dari depan kita? Lalu diminta pertangungjawaban atasnya?


Kemurahan itu nikmat jika kita manfa’atkan, kita bagi, kita ratakan untuk kedamaian.... tapi laknat bagi keserakahan..... lupa pada-Nya.


Kenapa kita masih EGOIS, ArogaN, jika tubuh anak cucu, kita jual pada keserakahan asing, darah juang pahlawan kita gadaikandemi keGLAMORAN, karena gensi?????


GOBLOK.. GOBLOK.. GOBLOK...


Jangan ngomong politik jika serakah alatnya. Jangan janjikan keadilan jika nafsumu kekuasaan....
Bebaskan diri kita dari makhluk yang namanya SERAKAH.... mari lihat lagi dengan mata hati, mana yang harus kita bela, kita perjuangkan, dan mana yang harus kita tebas dan kubur habis-habisan.


Katanya CINTA? Katannya Mengabdi? Katanya berkorban?.... BUSSET... semua. Jika yang kita lakukan untuk semata memiliki, menguasai, merampas, CINTA itu ya MEMBERI,........ memberi,,, sekali lagi memberi !


Ajarkan diri sendiri untuk memberi, saling memberi, berjabat tangan, tepo seliro, jauhkan ketakutan, bangun kepercayaan dengan TindakaN, buang topeng-topeng dermawan, topeng-topeng kesholihan. Basahi muka kita dengan rasa malu, malu menindas, malu mengadu domba, malu jika kita saling memangsa..... dekatkan diri pada Pencipta, hitung amal yang tercipta dan berikan KEBAIKAN untuk semua.....

Senin, 30 Juni 2008

Mengukur Kiblat dengan Matahari

Rashdul Qiblat 2008




Apakah arah kiblat bisa berubah? Tentu Tidak! Artinya pengukuran sebelumnya memang yang tidak tepat.

"Dan dari mana saja engkau keluar (untuk mengerjakan shalat), maka hadapkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram (Ka'bah), dan sesungguhnya perintah berkiblat ke Ka'bah itu adalah benar dari Tuhanmu. Dan (ingatlah), Allah tidak sekali-kali lalai akan segala apa yang kamu lakukan." ( QS. Al-Baqarah : 149 )
.
“ Baitullah ( Ka'bah ) adalah kiblat bagi orang-orang di dalam Masjid Al-Haram dan Masjid Al-Haram adalah kiblat bagi orang-orang yang tinggal di Tanah Haram ( Makkah ) dan Makkah adalah qiblat bagi seluruh penduduk bumi, Timur dan Barat dari umatKu” ( Hadith Riwayat Al-Baihaqi )
Dalam ajaran Islam, mengadap ke arah kiblat ( Masjidil Haram / Ka'bah ) adalah suatu tuntutan syariah di dalam melaksanakan ibadah tertentu, ia wajib dilakukan ketika hendak mengerjakan shalat dan menguburkan jenazah orang Islam, ia juga merupakan sunah ketika azan, berdoa, berzikir, membaca Al-Quran, menyembelih binatang dan sebagainya.
Berdasarkan tinjauan astronomis atau falak, terdapat beberapa teknik yang dapat digunakan untuk meluruskan arah kiblat antaranya menggunakan kompas, theodolit, rasi bintang serta fenomena posisi matahari serta transit utama matahari di atas kota Makkah yang dikenal dengan istilah Istiwa A'zam (Istiwa Utama). Di kalangan pesantren di Indonesia istilah yang cukup dikenal adalah "zawal" atau "rashdul qiblat".
...





Di atas Ka'bah matahari tepat berada di titik Zenith saat Istiwa A'zam.

Istiwa adalah fenomena astronomis saat posisi matahari melintasi meridian langit. Dalam penentuan waktu shalat, istiwa digunakan sebagai pertanda masuknya waktu shalat Zuhur. Pada saat tertentu di sebuah daerah dapat terjadi peristiwa yang disebut Istiwa Utama atau 'Istiwa A'zam' yaitu saat posisi matahari berada tepat di titik Zenith (tepat di atas kepala) suatu lokasi dimana peristiwa ini hanya terjadi di daerah antara 23,5˚ Lintang Utara dan 23,5˚ Lintang Selatan.

Istiwa Utama yang terjadi di kota Makkah dapat dimanfaatkan oleh kaum Muslimin di negara-negara sekitar Arab khususnya yang berbeda waktu tidak lebih dari 5 (lima) jam untuk menentukan arah kiblat secara presisi menggunakan teknik bayangan matahari. Istiwa A'zam di Makkah terjadi dua kali dalam setahun yaitu pada tanggal 28 Mei sekitar pukul 12.18 Waktu Makkah dan 16 Juli sekitar pukul 12.27 Waktu Makkah pada tahun-tahun biasa. Sedangkan untuk tahun-tahun Kabisat tanggal ini dapat maju 1 hari (27 Mei dan 15 Juli) seperti yang terjadi pada tahun 2008 ini.

Fenomena Istiwa Utama terjadi akibat gerakan semu matahari yang disebut gerak tahunan matahari (musim) sebab selama bumi beredar mengelilingi matahari sumbu bumi miring 66,5˚ terhadap bidang edarnya sehingga selama setahun terlihat di bumi matahari mengalami pergeseran 23,5˚ LU sampai 23,5˚ LS. Saat nilai azimuth matahari sama dengan nilai azimuth lintang geografis sebuah tempat maka di tempat tersebut terjadi Istiwa Utama yaitu melintasnya matahari melewati zenith lokasi setempat.

________________________________________________________

SELASA, 27 MEI 2008 @ 16:18 WIB (Hari ke-1)
SELASA, 15 JULI 2008 @ 16:27 WIB (Hari ke-2)
MATAHARI TEPAT DI ZENITH KOTA MAKKAH
POSISI MATAHARI = ARAH KIBLAT
BAYANGAN MATAHARI = ARAH KIBLAT
_________________________________________________________



Teknik penentuan arah kiblat menggunakan Istiwa Utama sebenarnya sudah dipakai lama sejak ilmu falak berkembang di Timur Tengah. Demikian halnya di Indonesia dan beberapa negara Islam yang lain juga banyak menggunakan teknik ini. Sebab teknik ini memang tidak memerlukan perhitungan yang rumit dan siapapun dapat melakukannya. Yang diperlukan hanyalah sebatang tongkat lurus dengan panjang lebih kurang 1 meter dan diletakkan berdiri tegak di tempat yang datar dan mendapat sinar matahari. Pada tanggal dan jam saat terjadinya peristiwa Istiwa Utama tersebut maka arah bayangan tongkat menunjukkan kiblat.

Karena di negara kita peristiwanya terjadi pada sore hari maka arah bayangan tongkat adalah ke Timur, sedangkan arah bayangan sebaliknya yaitu yang ke arah Barat agak serong ke Utara merupakan arah kiblat yang benar. Cukup sederhana dan tidak memerlukan ketrampilan khusus serta perhitungan perhitungan rumus-rumus. Jika hari itu gagal karena matahari terhalang oleh mendung maka masih diberi roleransi penentuan dilakukan pada H+1 atau H+2.




Saat matahari di atas Ka'bah semua bayangan matahari mengarah ke Ka'bah juga

Penentuan arah kiblat menggunakan teknik seperti ini memang hanya berlaku untuk daerah-daerah yang pada saat peristiwa Istiwa Utama dapat melihat secara langsung matahari dan untuk penentuan waktunya menggunakan konversi waktu terhadap Waktu Makkah. Sementara untuk daerah lain di mana saat itu matahari sudah terbenam misalnya wilayah Indonesia bagian Timur praktis tidak dapat menggunakan teknik ini. Sedangkan untuk sebagian wilayah Indonesia bagian Tengah barangkali masih dapat menggunakan teknik ini karena posisi matahari masih mungkin dapat terlihat. Namun demikian masih ada teknik lain yang juga menggunakan bayangan matahari untuk menentukan arah kiblat misalnya teknik sudut azimuth, teknik lingkaran, teknik bayangan muka dan bayangan belakang dan penggunaan theodolit dengan bantuan posisi matahari. Salah satunya yang cukup popiler adalah teknik bayangan matahari (sundial) dengan data bayangan matahari dapat dicari DISINI.

Berdasarkan perhitungan astronomis menggunakan program Simulator Planetarium Starrynight Pro Plus 6.2.3 diperoleh posisi matahari secara presisi saat terjadinya Istiwa Utama di Makkah tahun 2008 ini. Pertama, tanggal 27 Mei 2008 pukul 09:18:00 GMT atau 12:18:00 Waktu Makkah atau 16:18:00 WIB, lalu yang kedua terjadi pada tanggal 15 Juli 2008 pukul 09:26:50 GMT atau 12:26:50 Waktu Mekkah (GMT+3) atau 16:26:50 WIB (GMT+7) dengan posisi matahari berada di azimuth 294° 40.124' dan ketinggian (altitude) 14° 56.32'. Seperti tertera pada gambar di bawah ini.


Dari Yogyakarta Posisi matahari masih cukup tinggi untuk melakukan pengukuran.

Teknik Penentuan Arah Kiblat menggunakan Istiwa Utama :

1. Tentukan lokasi masjid/mushalla/langgar atau rumah yang akan diluruskan arah kiblatnya.

2. Sediakan tongkat lurus sepanjang 1 sampai 2 meter dan peralatan untuk memasangnya. Lebih bagus menggunakan benang berbandul agar tegak benar. Siapkan juga jam/arloji yang sudah dicocokkan / dikalibrasi waktunya secara tepat dengan radio/televisi/internet.

3. Cari lokasi di samping Selatan atau di halaman depan masjid yang masih mendapatkan penyinaran matahari pada jam-jam tersebut serta memiliki permukaan tanah yang datar lalu pasang tongkat secara tegak dengan bantuan pelurus berupa tali dan bandul. Persiapan jangan terlalu mendekati waktu terjadinya istiwa utama agar tidak terburu-buru.

4. Tunggu sampai saat istiwa utama terjadi amatilah bayangan matahari yang terjadi dan berilah tanda menggunakan spidol, benang kasur yang dipakukan, lakban, penggaris atau alat lain yang dapat membuat tanda lurus.

5. Di Indonesia peristiwa Istiwa Utama terjadi pada sore hari sehingga arah bayangan menuju ke Timur. Sedangakan bayangan yang menuju ke arah Barat agak serong ke Utara merupakan arah kiblat yang tepat.

6. Gunakan tali, susunan tegel lantai, atau pantulan sinar matahari menggunakan cermin untuk meluruskan arah kiblat ini ini ke dalam masjid / rumah dengan menyejajarkannya terhadap arah bayangan.

7. Tidak hanya tongkat yang dapat digunakan untuk melihat bayangan. Menara, sisi selatan bangunan masjid, tiang listrik, tiang bendera atau benda-benda lain yang tegak. Atau dengan teknik lain misalnya bandul yang kita gantung menggunakan tali sepanjang beberapa meter maka bayangannya dapat kita gunakan untuk menentukan arah kiblat.

=============================================================

UNTUK ORIENTASI LAKUKAN UJI COBA PADA 1 ATAU 2 HARI SEBELUMNYA
=============================================================

Sebaiknya bukan hanya masjid atau mushalla / langgar saja yang perlu diluruskan arah kiblatnya. Mungkin kiblat di rumah kita sendiri selama ini juga saat kita shalat belum tepat menghadap ke arah yang benar. Sehingga saat peristiwa tersebut ada baiknya kita juga bisa melakukan pelurusan arah kiblat di rumah masing-masing. Dan juga melakukan penentuan arah kiblat menggunakan teknik ini tidak mutlak harus dilakukan pada saat tersebut bisa saja mundur atau maju 1-2 hari pada jam yang sama atau dalam rentang +/- 5 menit pada hari itu. Hal ini dikarenakan pergeserannya hanya relatif sedikit yaitu sekitar 1/6 derajat setiap hari atau sekitar 3 menit setiap harinya. Sebelum hari H dikurangi (-) dan sesudah hari H ditambah (+) 3 menit setiap hari.

Catatan : Untuk keterangan lebih lanjut bisa menghubungi markas Rukyat Hilal Indonesia (RHI) di 0274-552630 atau 08122743082.

Tambahan

Sekedar tambahan dari yang telah dijelaskan pak Mutoha. Sebagaimana diketahui, pada 27 Mei 2008 pukul 12:18 waktu Makkah (GMT + 3) Matahari mengalami transit (melintasi garis bujur kota Makkah) dimana posisiMatahari pada saat itu sangat berdekatan dengan titik zenith Makkah(koordinat 21° 25' LU 39° 50' BT) alias mempunyai tinggi mendekati 90°. Dalam bahasa sederhananya, jika pada saat itu kita berada di kota Makkahmaka kita akan melihat Matahari persis di atas kepala. Kondisi ini disebutrashdul qiblat istimewa dan dimanapun manusia berada di Bumi (asalkan masihtersinari cahaya Matahari), maka arah kiblat setempat bisaditetapkan/dikalibr asikan karena setiap bayang-bayang benda yang tegak lurusterhadap permukaan Bumi tepat mengarah ke kiblat.

Untuk itu ada catatan tambahan :

1. Akurasi

Berbeda dengan bintang-bintang lainnya yang berperanan sebagai sumber cahayatitik (point source) jika dilihat dari Bumi, Matahari merupakan cakrambercahaya kuat (disk source) dengan apparent diameter 0,5° dimana intensitascahayanya homogen di setiap titik dalam cakram ini. Konsekuensinya pengukuran arah dengan menggunakan bayang-bayang Matahari pun selalumengandung ketidakpastian sebesar 0,5°.

Dengan diameternya yang besar, maka pada 26 Mei 2008 pukul 12:18 waktuMakkah, meski tinggi pusat cakram Matahari baru senilai 87,75° namun tepicakram bagian barat telah menyentuh titik zenith. Demikian pula meskipundeklinasi pusat cakramnya saat itu baru +21° 10' namun tepi cakram sebelahutara sudah menyentuh deklinasi +21° 25' (alias berimpit dengan lintang kotaMakkah).

Dan pada 28 Mei 2008 pukul 12:18 waktu Makkah juga mirip, dimanawalaupun tinggi pusat cakram Matahari senilai 87,75° namun tepi cakrambagian timur masih menyentuh titik zenith. Demikian pula meskipun deklinasipusat cakramnya saat itu sudah +21° 40' namun tepi cakram sebelah selatanmasih menyentuh deklinasi +21° 25.Kondisi yang sama juga kita jumpai bila pada ketiga tanggal tersebut jamnyadivariasikan menjadi 12:18:00 ± 00:00:30 WIB. Sehingga dengan demikian rashdul qiblat terjadi pada 26 - 28 Mei 2008 pukul12:18:00 ± 00:00:30 waktu Makkah atau 16:18:00 ± 00:00:30 WIB.2.

2. Keberlakuan

Per teori penetapan/kalibrasi arah kiblat dengan rashdul qiblat ini hanyaberlaku untuk daerah dengan zona waktu GMT + 1 sampai GMT + 7 denganperkecualian pada Asia Timur (karena Matahari di sini masih cukup tinggimeski zona waktunya sudah GMT + 8).Untuk Indonesia, metode ini bisa dilakukan pada kawasan Indonesia bagianbarat khususnya Pulau Jawa, Sumatra dan Kalimantan hingga ke sebagian NusaTenggara dan pantai barat Sulawesi. Di Nusa Tenggara dan pantai baratSulawesi itu tinggi Matahari pada saat rashdul qiblat sudah cukup rendah(yakni di sekitar 10°) sehingga cahaya sudah redup ataupun sudah tertutupawan di dekat horizon.

3. Cara

- Kalibrasikan petunjuk waktu (jam/HP) dengan standar waktu (misalnyadengan siaran BBC, RRI ataupun dengan men-dial nomor 103 lewat telpon fixedline maupun Flexi).

- Gunakan sudut bangunan/sisi jendela, atau gunakan benang tebal yangdiberi pemberat dan digantung sebagai media yang tegaklurus permukaan tanahsetempat.

- Tetapkan tanggal pengukuran (26, 27 atau 28 Mei 2008).

- Pada pukul 16:18:00 ± 00:00:30 WIB tandai bayang-bayang bangunan/sisi jendela/benang pada permukaan lantai/tanah pada dua titik sekaligus. Lantastarik garis lurus melintasi kedua titik tersebut. Itulah arah kiblatsetempat. Selamat mencoba.

Salam

M. Khoirur Rofiq

Selasa, 26 Februari 2008

KEBEBASAN DAN KESEIMBANGAN

Aku ajak kalian sejenak untuk berpikir merenungkan dan membayangkan jika masing-masing dari kita menjalani hidup dengan segala hak, kekuatan, kekuasaan dan kemampuan yang kita miliki, apakah kebebasan tersebut bisa kita dapatkan?

Setiap apapun yang kita perbuat (tinggalkan), baik itu baik ataupun buruk pasti akan meninggalkan akibat atau bekas yang tak akan berakhir begitu saja, bekas yang kita tinggalkan akan tetap berlangsung menjadi sesuatu yang baru dan terjadi terus menerus, kalau bekas yang kita buat tersebut baik dan bermanfaat bagi kebaikan, itu sangatlah mulia, tapi kalau yang kita tinggalkan adalah kejahatan, apakah itu mulia? Mari kita hitung kembali apa yang telah kita perbuat. “Haasibuu qobla an tuhaasabuu” hitunglah amalmu sebelum kau dihitung (dihisab).

Contoh yang mungkin sangat sepele adalah senyum, tebarkanlah senyum pada semua karena dengan senyum, bisa berarti sebagai pertanda awal bahwa kita menghormati seseorang, karena manusia mempunyai sifat dasar ego sentris yang membutuhkan keakuan dirinya diakui walau kadang tidak secara langsung diekspresikan kepada orang lain. Penghormatan melalui senyum akan sangat membantu hati seseorang agar suasana menjadi cair dan terbuka untuk melakukan interaksi lanjut yang lebih serius, mungkin hubungan kerja, hubungan sahabat bahkan hubungan pasangan hidup. Dari senyum saja kita bisa mengambil banyak manfa’at, karena senyum adalah perbuatan yang baik dan dianjurkan oleh Rasul SAW; “Sesungguhnya kami tersenyum dan tertawa kecil di hadapan orang-orang, walau sebetulnya hati kami mengingkarinya”.1 Contoh sebaliknya adalah ejekan, walau terlihat sepele jika ejekan dilakukan bukan pada tempatnya dan orang yang diejek tidak terima hal ini akian menyulut api permusuhan, dimulai dari iri, dengki, dendam bahkan sampai pada pembunuhan karena merasa dirinya tidak dihargai. Kalian semua tentu sering melihat berita kasus pembunuhan dengan motif seperti ini. Ketika terjadi pembunuhan lantas apakah masalah selesai dengan dipenjarakannya sipelaku? Tidak sesederhana itu teman. Dendam keluarga, atau dendam teman-teman korban yang tidak terima akan berlanjut sampai perdamaian antara mereka terwujud. Apakah damai bisa terwujud begitu saja? Ini juga masih menjadi persoalan. Maka dalam Islam diajarkan untuk tidak saling mengejek, mengolok-olok dan menghina antara yang satu dengan yang lain, karena bisa saja menyulut kebencian dan peperangan (lihat Q.S. Alhujuraat: 11)

Setiap apa yang kita buat memberikan akibat yang terus berlanjut, sesuai dengan apa yang kita berikan semula, apakah baik atau buruk semua terdapat pertanggung jawabannya.

siapa yang membantu tumbuhnya kebaikan, dia akan menerima bagian pahalanya. Dan siapapun yang yang membantu tumbuhnya kejahatan, diapun akan mendapatkan balasannya. Allah maha kuasa atas segala sesuatu” (Q.S. Annisa’: 85)

Disinilah kita perlu memperhatikan arti kebebasan dan keseimbangan. Sebenarnya kebebasan kita adalah sekedar untuk memenuhi kebutuhan kita yang telah dibebaskan oleh orang lain, begitu juga sebaliknya. Hal ini berarti kita terbatasi dalam ruang dan waktu oleh kebebasan orang lain selama kebebasan itu masih dalam hal pemenuhan kebutuhan hidup secara wajar dan tidak menggangu kebebasan orang lain.

Kenapa kebebasan kita adalah kebebasan dari orang lain? Dan hanya kebebasan secara umum –wajar- itulah yang bebas kita dapatkan? Mari kita renungkan bahwa kehidupan butuh keseimbangan untuk memberikan hak-hak setiap orang dalam melakukan kebebasannya. Keseimbangan dalam menuntut hak dan melakukan kewajiban dalam hidup harus tetap terjaga agar keserasian hubungan kehidupan di alam ini dapat terus berjalan. Manusia butuh keserasian dengan manusia yang lain. Manusia butuh keserasian dengan alam dalam memanfaatkannya dan bukan mengeksploitasinya. Jika keserasian diabaikan demi menuruti keserakahan berdalih pemenuhan hak individu, dan tidak ada yang mampu mengontrol dan mengendalikannya, maka bencanalah balasannya.

Keseimbangan butuh aturan yang jelas dalam mengatur hubungan satu dengan yang lain. Aplikasi aturan itu terwujud dalam aturan hukum, baik hukum berdasar interpretasi manusia maupun hukum alam, atau yang disebut hukum moral oleh Emmanuel Kant.2 Hukum mengontrol hak dan kewajiban seseorang sebagai badan pegendali atas objek hukum, karena manusia bebas dengan akal dan nafsunya, maka tidak ada jaminan bahwa setiap orang mampu mengontrol nafsunya. Peran badan hukum menmjadi sangat penting untuk mengatasi ketidak serasian antara hak dan kewajiban.

Sebenarnya pengendali yang terbaik adalah diri kita sendiri, ketika setiap orang paham dengan hak dan kewajibannya, ia akan paham rel kehidupan yang harus ditempuh tanpa mencuri, menggangu hak orang lain. Tapi ide semacam hanya sebatas ide yang idealis, dalam realitas kehidupan sangat sulit terjadi karena sifat dasar manusia yang serakah. Dalam hal ini, baik hukum buatan manusia maupun hukum buatan Dzat Penghukum (Tuhan) menjadi perangkat yang sangat penting. Hukum memberikan imbalan bagi yang melakukan kewajibannya dan memberikan balasan bagi yang melanggar kewajibannya.

Bicara tentang hukum Tuhan atau, maka secara otomatis include ke dalamnya kewajiban manusia, kewajiban terhadap tuhan, terhadap sesama manusia dan terhadap alam. Kewajiban terhadap manusia dan terhadap alam, balasannya akan dirasakan cepat atau lambat dan balasan itu nyata dalam hidup kita. Adapun balasan tuhan, sering tidak dapat dirasakan secara nyata penjelasannya. Tapi yakinlah bahwa balasan itu pasti ada.

Mangapa kewajiban terhadap tuhan harus kita lakukan? Jawabannya adalah karena kewajiban kita terhadap tuhan adalah sebagai pengontrol yang sangat efektif bagi pelestarian keseimbangan hubungan manusia terhadap yang lain. Ketika ajaran tuhan menjadi keyakinan, maka otomatis menjadi pengontrol diri yang paling efektif bagi setiap orang. Sebagai contoh adalah perintah menunaikan sholat. Kenapa umat Islam wajib melaksanakan shalat dan wajib menebusnya ketika lalai menunaikannya dalam keadaan apapun, bahkan ketika sudah meninggal ahli warisnya berkewajiban mengganti solat tersebut? Karena solat sebagai pengendali setiap muslim dalam belajar mengetahui hak dan kewajibannya. Solat yang dilalaikan pada waktu yang lain harus ditebus dengan qodlo yang harus tetap dilakukan, karena ketika tidak ditebus berarti solat sebagai pengendali akan dilalaikan juga dan tak ada jaminan manusia akan hidup menjadi baik tanpa adanya pengontrol.

Sebelum kita menyerah pada pengendali di luar diri kita ,maka mari kita kendalikan diri kita, ketika kita bisa mengontrol diri kita sendiri, kita yang akan menentukan reward & punish bagi diri kita, hukuman itu bisa ringan karena hanya rasa bersalah tapi juga bisa sangat menyakitkan, yaitu penyesalan, suatu hal yang tidak bisa kita maafkan. Ketika kita tidak bisa menjadi pengendali diri, maka bersiaplah dikendalikan oleh hukum yang ada, dimana hukumanya sesuai dengan aturan mereka dan bisa jadi lebih menyeramkan.

Seberat apapun kewajiban dan hukuman itu harus tetap ada untuk menjaga keseimbangan. Pertanyaannya adalah sejauhmana kita bisa membuat hukum yang adil dan bisa menerapkan hukum dengan seadil-adilnya? Jawabannya adalah kita awali dengan diri kita sebagai pengontrol pribadi setelah kita berhasil maka mulai mentransformasikan pada yang lain, keberanian sangat dibutuhkan dalam mengakkan kebenaran sepahit apapun. Jangan takut... yang takut hanya cecurut.

Setiap kebaikan akan dibalas kebaikan bukanlah isapan jempol tapi nyata. Walau sekedar kebaikan yang kecil karena setiap kebaikan adalah sadaqah.3 Jangan pessimis terhadap ketimpangan yanga ada, karena hanya akan membuat kita skeptis dan apatis bahkan sinis dan ini sangat ironis sebagai manusia yang diberi akal.4 Jadilah pengontrol yang baik bagi diri sendiri dan bagi orang lain demi wujudnya kebebasan dan keseimbangan yang harmoni.


1 Mustafa Muhammad ‘Imarah, Jawahir Al Bukhari, (Taha Putra : Semarang, 1940), hlm. 474.

2 Jostein Gaarder, Dunia Sophie, Cetakan Kedelapan Belas (Mizan: Bandung, 2006), hlm 364

3 Mustafa Muhammad ‘Imarah, Jawahir Al Bukhari, (Taha Putra : Semarang, 1940), hlm. 465

4 PMII Sleman, Tradem, Tranformasi Demokratik, Edisi Ketujuh (PMII Sleman: yogyakarta, 2005), hlm. 110.

Minggu, 17 Februari 2008

Pengaruh Buruk Televisi

Sejatinya, media televisi berfungsi sebagai media komunikasi, informasi, dan dengan sendirinya pendidikan. Hal tersebut, tentu saja tidak ada yang kontroversi. Barulah pada sisi televisi sebagai media bisnis, silang pendapat muncul. Karena persepsi, perspekstif, dan kepentingannya kemudian bisa menjadi berbeda-beda.

Dalam bisnis, kata keramat yang diagung-agungkan, adalah mengeluarkan biaya serendah-rendahnya, dengan keuntungan setinggi-tingginya. Dalam konteks pertelevisian, dicari cara bagaimana menekan biaya produksi serendah-rendahnya, dan mencari iklan sebesar-besarnya.

Tentu saja, sesungguhnya, hal yang normal saja. Namun ketika demi bisnis terjadi eksploitasi berlebihan, azas keadilan menjadi terusik. Sisi perasaan publik terabaikan, dan itu yang harus dipersoalankan, justeru berkait dengan tingkat penetrasi media televisi yang tinggi.

Televisi tidak hanya memberikan ruang diplomasi virtual, tetapi juga menciptakan kesadaran baru. Tentu saja bisa baik, dan bisa buruk. Namun jika televisi dihadapi dengan ketidakkritisan, ia lebih cenderung berakibat buruk. Dan sayangnya, masyarakat Indonesia tidak berada dalam situasi imunitas yang baik pula. Setidaknya, daya ekonomi, daya nalar, daya persepsi, daya abstraksi, tidak terdukung dengan sistem kebudayaan yang memadai. Tingkat kesiapan dan keterdidikan masyarakat Indonesia, sangat rentan untuk mudah digoda.

Meski pun telah ada UU 32/2002 tentang Penyiaran. Meski pun telah ada turunannya berupa Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran yang dikeluarkan KPI. Meski pun juga ada lembaga tandingan seperti KPPPT (Komisi Penegakan Pedoman Perilaku Televisi) yang didirikan oleh ATVSI. Pada praktiknya, masyarakat tetap dibiarkan sendiri tertatih-tatih dihajar habis-habisan oleh program acara televisi yang perilakunya tidak setertib pedomannya (baik dari KPI maupun KPPPT). Apalagi, ketika kode etik itu tidak memiliki sanksi hukum.

Di bawah ini, akan diuraikan pengaruh televisi kepada dunia anak-anak dan remaja. Keduanya, memiliki hubungan yang rentan, dan sensitif, pada televisi. Bukan berarti bahwa kelompok umur di luar itu tidak memiliki akibat. Namun dalam konteks struktur masyarakat mayoritas Indonesia, penetrasi media televisi tidak sekeras untuk keduanya. Apalagi jika hal tersebut dikaitkan dengan daya perlawanan, kedua kelompok penonton ini relatif lebih rendah.

Pengaruh Buruk Televisi pada Anak-Anak

Anak-anak adalah korban yang pertama, bagi masyarakat kaya maupun masyarakat miskin. Banyak kaum ibu profesional, perempuan karier yang mempunyai anak, melalui pembantu mereka, “menitipkan” anak mereka di depan televisi. Demikian juga ibu-ibu dari masyarakat miskin, juga mempercayai televisi sebagai “baby-sitter” yang baik. Karena anak-anak, akan cenderung diam, dan asyik masyuk memelototi televisi. Anak bisa ditinggalkan sendirian, sementara sang ibu melakukan aktivitas kesehariannya.

Televisi sebagai baby-sitter, tampaknya tidak masalah. Namun berbagai penelitian dan berbagai fakta menyebutkan, “meletakkan” anak-anak, apalagi dalam usia dini, sangat berbahaya, baik secara fisik dan psikis. Apalagi waktu berada di depan televisi, tergolong lama, karena bisa mencapai lebih dari dua jam berturut-turut, atau enam jam dalam sehari.

Anak di bawah dua tahun (dalam sebuah catatan penelitian sebuah akademi dokter anak di Amerika), yang dibiarkan orangtuanya menonton televisi, akan menerima pengaruh merugikan. Terutama pada perkembangan otak, emosi, sosial, dan kemampuan kognitif anak. Menonton televisi terlalu dini, bisa mengakibatkan proses wiring, proses penyambungan antara sel-sel syaraf dalam otak menjadi tidak sempurna (Rahmita P. Soendjojo: Bahaya Televisi bagi Syaraf Anak, Koran Tempo, 26 Desember 2004).

Ketika lahir, seorang bayi mempunyai 10 milyar sel dalam otaknya. Namun, sel-sel itu belum bersambung dan masih berdiri sendiri-sendiri. Agar berfunsgi, sel-sel tersebut harus saling berkait (wiring). Maksimalisasi proses tersebut dipengaruhi oleh pengalaman simulasi seperti gerakan, nyanyian, obrolan, serta gizi yang baik. Sementara itu, bayi atau anak yang berada di depan televisi, tidak akan memiliki pengalaman-pengalaman empirik yang cukup untuk membantu terjadinya proses wiring. Apalagi, televisi memberikan simulasi virtual dengan cara yang bersamaan dan cepat.

Proses pertumbuhan, membutuhkan tingkatan-tingkatan waktu, yang tidak bisa terjadi serempak. Simulasi harus dilakukan secara perlahan dan bertahap. Tidak bisa sekaligus, meski otak memang bekerja untuk melihat, meraba dan bergerak, dan aktivitas lainnya secara simultan. Namun, tetap saja dalam proses wiring, membutuhkan simulasi yang bertahap.

Gambar-gambar dalam media televisi, terdiri atas potongan-potongan gambar yang bergerak dan berubah cepat, zoom-out dan zoom-in yang intensif, dan kilas lampu yang sangat cepat di televisi, di samping sistem kemunculan gambar yang tidak kontinu, menjadikan pola kerja otak anak-anak akan dieksploitasi begitu rupa. Dunia virtual televisi, dengan loncatan waktunya, juga akan menganggu kemampuan konsentrasi anak.

Pada anak-anak yang lebih besar, pengaruh terlalu banyak menonton televisi akan berakibat pada kelambanan berbicara. Ini terjadi karena aktivitas menonton televisi tidak menggugah anak untuk berpikir. Apa yang disajikan televisi, sudah lengkap dengan gambar dan suaranya.

Hal tersebut akan sangat berbeda dengan radio. Seorang anak yang mendengarkan suara kambing mengembik di sebuah radio, misalnya, akan berpikir seperti apa bentuk kambing tersebut. Sedangkan di televisi, hal itu tidak terjadi, karena sudah disodorkan seperti apa sosok kambing tersebut.

Menyerahkan anak pada televisi, bukanlah tindakan yang bijaksana. Apalagi jika tindakan itu hanyalah bentuk pengalihan, agar orang dewasa terhindar dari beban menemani aktivitas anak. Apalagi dengan tidak memberinya kegiatan yang menarik buat mereka.

Menonton televisi bagi anak-anak, merupakan aktivitas pasif yang merugikan penyambungan sel-sel syaraf. Apalagi jika yang ditontonnya bukanlah acara yang diperuntukkan padanya. Sementara yang kita tahu, tidak ada aturan mengenai hal ini. Program untuk acara anak umur 0-2, 2-5, dan seterusnya, sama sekali tidak dikenal di Indonesia.

Semakin banyak tayangan yang bersifat kekerasan dan bias gender yang marak diprogram media televisi kita, dapat mendorong anak memiliki persepsi yang sama dengan yang dipresentasikan melalui tayangan tersebut. Bahkan, beberapa tayangan kartun yang disajikan khusus untuk anak-anak pun, tidak sedikit yang kental dengan adegan kekerasan dan seksisme.

Sudah banyak penelitian menyebutkan, semakin seorang anak mengkonsumsi televisi, semakin sama nilai yang dianutnya dengan tayangan-tayangan dari televisi. Anak yang sering menonton tayangan kekerasan, mempunyai perilaku yang lebih agresif. Sedangkan anak yang sering menonton tayangan seksisme, menjadi sangat membedakan peran dan perilaku antara perempuan dan laki-laki.

Televisi memang menawarkan serangkaian informasi dan hiburan. Namun tidak semuanya bermanfaat. Karena itu bagi anak-anak, batasi menonton televisi. Jika perlu, hindari sama sekali. Bagi anak dan remaja, semestinya ada pendampingan saat menonton televisi, dan jangan memfungsikan televisi sebagai baby-sitter.

Pengaruh Buruk Televisi pada Remaja

Meski lebih baik dalam proses penangkapan abstraksi yang ditayangkan oleh televisi, para remaja berada dalam situasi psikologis yang kritis dalam dirinya. Media televisi, demi berbagai perhitungan kepentingan dan keuntungannya, justeru memanfaatkan situasi ini.

Proses identifikasi yang memenuhi seluruh gerak dan impulsi remaja, justeru dimanfaatkan, atau dijinakkan oleh media televisi, untuk menciptakan ketergantungan. Remaja Indonesia cenderung dipaksa bukan menjadi dirinya, melainkan menjadi menurut kehendak kepentingan. Berbagai agenda kepentingan yang disodorkan padanya, adalah untuk menciptakan ketergantungan.

Hal ini akan menjadikan kaum remaja menjadi pribadi-pribadi yang lentur, tidak mempunyai pengalaman empirik untuk melakukan empati sosialnya. Pengaruh yang terbesar, akan menjadikan remaja menjadi pribadi-pribadi yang pasif, tidak memiliki keberanian berekspresi, karena media televisi telah memenuhi semua kebutuhan impulsinya.

Kenyataan sosial di sekitarnya, telah dikompres oleh media televisi dengan mereduksi kekayaan kemungkinan dan nilai yang terkandungnya. Remaja dengan demikian akan menjadi sangat tergantung, kehilangan daya imajinasi dan fantasinya. Apa yang diangankannya, bukanlah imajinasi dan fantasi dalam pengertian sebenarnya. Namun lebih dalam upaya mendapatkannya secara mudah, sebagaimana ia dilatih dan dibiasakan mendapatkannya secara virtual.

Berbagai tayangan sinetron dengan tema remaja, berkecenderungan mengeksploitasi kehidupan remaja dalam satu sisi semata. Kalau pun muncul plot cerita, terjadi simplifikasi, penyederhanaan dengan kasus-kasus yang sangat tipologis, mengabaikan sisi sosiologis dan psikologisnya. Akibatnya, remaja tidak memiliki kesempatan mempelajari hakikat kehidupan yang sebenarnya, selain hanya melihat yang serba artifisial. Berbagai kebetulan dan kemudahan dalam cerita, memberikannya kenyataan virtual dalam kesehariannya. Dan ketika kenyataan hidup lebih keras dari itu, remaja kita mudah patah dan kecewa.

Acara-acara kuis atau pun games, dan tayangan-tayangan lainnya, hanya menempatkan remaja sebagai obyek dari permainan-permainan itu. Televisi tidak secara utuh memberikan ruang pilihan dirinya sebagai subyek. Pengaruh yang kentara, remaja tak lebih hanya akan tertarik pada persoalan-persoalan dirinya, dan miskin dalam perilaku-perilaku sosialnya.

Demikian pula dalam pola pembentukan type idealitas. Media televisi bisa menjadi pelaku atau sekedar agen perantara, bagi munculnya konsep-konsep tertentu. Antara lain misalnya, perempuan yang cantik adalah perempuan yang berkulit putih, berambut panjang dan lurus, dan sejenisnya. Jika tidak kritis memaknai bujuk rayu tersebut, efek jangka panjangnya masa remaja akan mengalami eating-disorder (kelainan pola makan) seperti anorexia atau bulimia, gara-gara ingin menjadi perempuan ideal sebagaimana digambarkan media televisi.

Klik: Televisiana: Media Audio Visual Semesta Yogyakarta



MALU untuk MULIA


Samasekali tak ada niat untuk mengajari siapapun, ketika aku menuliskan cipratan dari uneg-unegku. Karena memang tak ada kapasitas apapun untuk menyampaikannya, hanya sebatas pernah mengetahui ihwal serpihan-serpihan ilmu yang kuperoleh dari lirih nyanyian angin malam, kocar-kacir dedaunan yang terbang dihempasnya, aliran air selokan belakang kos yang penuh aroma menusuk hidung, dari kerut kulit wajah orang-orang yang silih berganti aku jumpai, hingga uraian-uraian yang kudengar, kulihat, kubaca dari media yang berebut untuk tumbuh di muka bumi melebihi jutaan daun-daun yang tumbuh dari cabangya, padahal aku tak tahu apa yang mereka bawa apakah suatu kebenaran nyata ataukah hanya kebohongan yang terbalut poles kebenaran.

Terserah pada pembaca akan menilai, karena memang uneg-uneg ini bebas nilai, tapi aku yakin akan sesuatu yang kita semua miliki yaitu akal dan “hati”, dengan itu aku mengajak pembaca (yang mau mendengarkan) untuk kita gunakan semurni dan sedasar mungkin dalam merespon apapun di sekitar kita, termasuk cipratan uneg-uneg kecilku, namanya juga cipratan maka ya tentu saja hanya sedikit.

Bukan sebuah kritik terhadap kebijakan pemerintah yang serba runyam bikin Pecas Ndahe jika ikut mikir… bukan karya ilmiyah yang syarat dengan metodologi penelitian, bukan pula nasihat sakral yang secara implisit maupun eksplisit menghendaki pembaca untuk menerima dengan sami’na wa ato’na, tapi hanya sebatas penyampaian tentang malu,,,,

Mendapatkan semua yang kita inginkan adalah sifat manusia sebagai makhluk yang tak hanya di karuniai Allah dengan akal saja tapi juga dengan nafsu, jika nafsu telah mengendalikan setir cara kita berpikir dan bertindak, maka yang ada adalah perlombaan untuk mendapatkan keinginannya. Tidak berhenti di situ saja peran nafsu dalam mengompori pikiran piciknya, tapi berlanjut pada pengakuan bahwa dirinya lebih dari yang lain, lebih kaya , lebih pandai, lebih cantik, lebih takwa, lebih dermawan, lebih berkuasa, lebih bebas dari siapapun.

Ngebet untuk mendapatkan pengakuan inilah yang membuat masing-masing orang berlomba dengan cara membenarkan dan menghalalkan segala cara, tak adalagi rasa malu bahwa dirinya telah menjilati bokong dan kemaluan keserakahan hanya untuk pengakuan terhadap dirinya, padahal apalah arti sebuah kebebasan memeras orang lain jika hatinya selalu diperas oles rasa takutnya sendiri akan kehilangan semua yang dia punya, maka sebetulnya ia sangat kecil padahal kekuasaan dimiliknya, ia sangat takut padahal keamanan dan bodyguard mengelilinginya, akhirnya hidup dalam penjara ketakutan berteman setia ancaman kematian.

Orang yang bebas adalah orang yang memerdekakan hatinya dari keinginan untuk menguasai orang lain, karena setiap makhluk diciptakan dengan kebebasannya. Kebebasan yang tidak merenggut kebebasan orang lain, akan tetapi kebebasan untuk saling menghormati sesama. Kebebasan inilah yang akan mendatangkan kedamaian dalam hati dan ketrentaman diantara manusia.

Cara untuk membebaskan diri kita adalah dengan menghormati kebebasan orang lain dengan tidak mencuri haknya dan memberikan yang terbaik pada orang lain sekecil apapun, karena kebaikan tidak akan datang dengan sia-sia, melainkan datang sebagai sodaqah untuk diri sendiri dan orang lain, sebagaiman Riwayat Jabir bin Abdullah ra bahwa Nabi bersabda: “segala kebaikan adalah sodaqah” [ Jawahir al Bukhari, hal. 465] Akankah lebih baik kita berlomba menyenangkan diri kita dan orang lain dengan kebaikan dan cinta, karena balasan dari keduanya adalah hal serupa. Beda masalah jika kita berlomba mendapatkan kesenangan pribadi dengan menindas orang lain, balasannyapun akan serupa.

Mari kulo lan panjenengan sedoyo mulai membebaskan diri dengan pertama kali merasa malu pada diri kita, hitung apa yang tlah kita perbuat untuk diri kita dan orang lain, cinta yang semakin merekah, ataukah kebencian yang melahirkan kedengkian dan permusuhan? Apakah kita punya rasa malu pada Dzat yang Maha Mengawasi perbuatan kita, padahal Ia mengawasi setiap tindakan kita bahkan apa yang kita pikirkan. Mari kita mencoba menjadi pemalu dalam hal yang tiada manfa’at dan keburukan. Kita juga harus malu untuk sekedar memikirkannya. Yakinlah bahwa malu untuk membela kebaikan itu sangat mulia. Sebagaiman sabda Nabi: “malu tidak datang kecuali membawa kebaikan” [Jawahir al Bukhari, hal. 473].

Malu bukan berarti pengecut, karena yang dinamakan pengecut adalah orang yang malu melakukan kebaikan, kebenaran dan perintah syar’i, dan tidak malu jika melakukan kejahatan, kebohongan, dan perbuatan yang melanggar syar’i. Jadilah pemalu mulai saat ini, karena semakin banyak orang yang sudah kehilangan rasa malu dan memilih untuk dipermalukan oleh nafsunya. Banyak orang yang sudah kehilangan kehormatan demi kekayaan, ketenaran, dan kekuasaan.

Semoga dengan malu pada diri sendiri, pada orang lain dan pada Allah, kehormatan kita selalu terjaga dalam naungan pertolongan-Nya. Amin…

Selasa, 12 Februari 2008

Dian Sastro VS Anwar Fuadi


1036-010-20-1059[1].gifDian Sastro VS Anwar Fuadi

Menguji Sensor Film Indonesia di Tengah Arus Pornografi

Dian Sastro dan Anwar Fuadi, dua orang artis Indonesia yang sudah tak asing bagi kita, walau mungkin kita bukan penyimak setia infotainment, tapi dua nama tersebut sangat familier di telinga kita, Dian adalah dara cantik yang namanya melambung sejak berakting dalam film “Ada Apa dengan Cinta” dan telah banyak membintangi beberapa film dalam negeri, sosok satunya adalah aktor senior yang saat ini menjadi pengurus utama organisasi Persatuan Artis Indonesia.

Hari-hari ini infotainment menyorot tajam perseteruan keduanya, menyoal keberadaan Lembaga Sensor Film (LSF) dalam melakukan sensor terhadap proses pembuatan film Indonesia, masing-masing berada dalam barisannya sendiri. Dian Sastro dengan barisannya yang terdiri dari para seniman dan aktifis menilai penyensoran LSF terhadap pembuatan film Indonesia terlalu kakau sehingga menghambat pembuatan film yang berkualitas, karena ketika terdapat sedikit adegan “syur” lalu dipotong, beberapa artis mengungkapkan kekesalannya karena adegan hasil karya mereka dipotong, mereka menilai LSF terlalu kaku dalam penyensoran sehingga sebetulnya banyak adegan-adegan pendongkrak gairah yang tidak dapat ditampilkan sebagaimana originalnya.

Dalam hal ini Dian Sastro berapi-api dalam menyatakan pendapatnya tak ubahnya demonstran yang sedang berorasi, diantara seniman dan aktifis itu terdapat beberapa nama yang sudah akrab dengan layar kaca, Ratna Sarumpaet dan Riri Riza diantaranya. Mereka menilai bangsa jangan terlalu ini naif, memandang sebelah mata terhadap realitas masyarakat. Realitas kekerasan, penindasan dan eksploitasi berbasis seks. Mereka berpendapat bahwa satu-satunya cara agar masyarakat tahu akan relitas itu adalah dengan film sebagai media informasinya.

Pada barisan Anwar Fuadi sebagai wakil dari LSF menilai sensor film dilakukan untuk memilah mana adegan yang boleh dan mana yang tidak boleh ditayangkan, hal ini dilakukan untuk menjaga perfilman Indonesia tetap bemoral, hal ini tidak bisa lepas dari kenyataan bahwa Indonesia adalah negara timur, negara dengan etika dan nilai yang membudaya.

Apakah perseteruan itu bagian dari akting??? Agar terkesan para artis juga memperjuangkan hak-hak masyarakat yang terekploitasi... Harapan kita tentunya tidak. Cukuplah kelihaian mereka berakting hanya dilakonkan dalam film, karena artis sebagai publik figur menjadi sorotan publik dan tidak sedikit yang mempunyai penggemar, secara otomatis ketika tokoh yang digemari muncul dalam layar kaca serta merta tindak tanduknya akan diperhatikan bahkan diikuti sebagai bukti kebanggan pada artis favoritnya.

Menurut hemat saya, tindakan LSF dalam melakukan sensor terhadap setiap film yang bakal ditayangkan dalam panggung layar kaca Indonesia sudah benar, selain karena memang itulah tugas LSF, pertimbangan kualitas tayangan TV untuk masyarakat sebagai konsumen juga harus diperhatikan. Tidak ada jaminan bahwa masyarakat mampu menyeleksi mana yang baik dan buruk, karena konsumen TV adalah masyarakat secara umum, mulai dari anak-anak hingga kakek-kakek dan tingkat pendidikan masyarakat yang berbeda juga akan mempengaruhi proses pemahaman suatu tayangan.

Kita tahu acara TV saat ini lebih bernuansa hiburan dan bisnis, sehingga tayangan yang mereka terima adalah manipulatif, persuasif dan konsumtif menuruti keinginan pencari keuntungan materi melalui bisnis media massa. Sedangkan tayangan yang bersifat mendidik sangat terbatas.

Tuntutan dari para seniman tidak semuanya keliru, keinginan berkreasi secara bebas merupakan hak setiap orang, tapi coba berpikir dan berkaryalah secara dewasa, mana yang layak disuguhkan dan mana yang tidak.

Kualitas acara TV yang buruk ini disertai dengan maraknya video porno dan film esek-esek tidak lulus sensor. Hal ini perlu disikapi secara ‘arif dan kritis, menuduh eksistensi LSF tidak efektif dalam penyelamatan moral bangsa dengan bukti LSF tidak mampu mencegah peyebaran video porno adalah pengkambing hitaman konyol dan partial thinking.

Peredaran video porno di negeri kita, bak banjir yang mendobrak jebol kanal penahan lalu bercerai berai hingga menutupi daratan, begitu mudahnya film porno dicopy dan didownload dari berjuta-juta situs internet kemudian digandakan untuk dijadikan lahan bisnis yang menggiurkan dengan konsumen yang siap menunggu. Di sini terlihat bahwa salah satu sisi negatif kebebasan informasi adalah internet menjadi national single window bagi arus penyebaran video-video tersebut, karena situs pornografi dapat di akses oleh siapa saja. Hayoo jangan coba-coba untuk buka lho...

Usaha kolektif semua pihak sangat diperlukan dalam mencegah peredaran film porno dan membuat karya yang berkualitas dan mendidik bagi bangsa. Usaha ini dilakukan dalam segala bidang; teknologi-informasi, dengan cara pembekuan dan pemblokiran situs pornografi. Bidang hukum dengan penegakan supremasi hukum yang tegas bagi pengedar dan pembuat film pornografi. Seniman dan produser film Indonesia melangkah bersama dalam membuat karya yang berkualitas, dan yang paling penting adalah pendidikan dalam tingkat apapun, terlebih lagi pendidikan keluarga yang dimulai dari diri sendiri. Perubahan memang tidak dapat kita cegah, berkembang seiring dengan bertambahnya usia jaman, tapi bukan berarti kita tidak bisa membentengi dengan tameng yang kuat, yaitu iman dan akhlak al karimah serta mengoptimalkan kemampuan untuk menciptakan karya yang positif, sehingga keinginan untuk terbawa ke arus negatif sedikit-demi-sedikit sirna.

Selasa, 29 Januari 2008

Habibaty


Habibaty
Sejak pertemuan itu, jiwaku gemetar mengingatmu
Senyum lembut bibirmu, redakan amarahku
Tatapanmu, bekukan aliran darahku
Gaya bicaramu, ciutkan egoku
Kehadiranmu, hiasi warna-warni duniaku
Kau tawan setiap detik waktuku dengan rindumu
Kau ambil malam tidurku dengan cintamu
Sungguh... ku tak kuasa menahan rasa
Sampai kapan kau gantung cintaku
Aku mohon terimalah aku sebagai kekasihmu
Kupastikan jiwa & ragaku hanya untukmu
Karena kau adalah belahan jiwaku

Senin, 28 Januari 2008

Dosa Warisan Pak Harto

Hati dan Akal
Refleksi atas Meninggalnya Pak Harto

Awalnya cuma guyon sama temen di friendster tentang warisannya Pak Harto, sekali lagi guyon, tapi dari guyon itu eh ada pelajarannya.
kita dapet warisan apa ya dari pak Harto, ada temen yang nyletuk The Original Sin, kaya judul film ya..

a: mang bisa diwariskan dosa itu kang?
b: tergantung dilihat dari anggapan sapa dulu.
a: ko gt. maksudnya??
b: kl anggapan Tuhan ya, nggak dong, krn setiap makhluk yg diberi akal bertanggung jawab atas apa yang diperbuatnya, yg tahu detailnya itu tuhan dunk, tapi beda lagi anggapan manusia, krn hidup itu kan bersosialisasi dan berafiliasi kemana aja sesuai dengan kebutuhan, apalagi dalam hal ini Pak Harto kan presiden, jadi lingkungan yang tergantung pada Pak Harto banyak, baik buruknya perlakuan dia tidak lepas dari orang2 yg disekitarnya,
a: lo kang, orang2 disekitarnya tu kan mcm2, ada yg bajingan bener, tapi juga ada yang cm jd korban,
b: nah,,, tu kan korban,? atau bahasa saya korban pengeklaiman, yg asalnya nggak salah bisa jd salah krn klaim tadi,
a: wadduh,, trs gimana dunk,?
b: itulah knp hidup ini butuh perjuangan,,
kadang kita udah hidup luruspun masih ada yg memutar balikkan fakta, la akhirnya hidup kita di mata manusia lain yg nggak tahu, kita itu kotor.
a: perjuangan yg gimana maksudnya kang??
b: berjuang untuk hidup lurus, berjuang membersihkan diri kita dari tuduhan palsu dan berjuang untuk menyelamatkan manusia lain.
a: gimana caranya? ko kayaknya berat bgt///
b: semuanya nggak akan berat kalau diniati ikhlas demi kebenaran,, toh ketika kita buat amal sholih, kita nggak dapet bayaran secara materi, kita dpt kebahagiaan batin yang luar biasa, inilah kunci agar kita selalu yakin dan sukur akan nikmat-Nya.
kenikmatan batin lebih dari segalanya,
a: wah emang hidup ini bukan permainan ya kang, walau isinya hanya permainan belaka,
B; ya itulah,,, makanya dalam permainan ini kita harus selalu menang, caranya adalah selalu kendalikan hati dan akal sebagai pengolah setrategi jangan sampai terjebak pad permainan belaka, padahal isinya kosong,,,,

c: ko tumben kang bisa ngomong ky gt?
b: ya ya... aku malah baru nyadar,,, kamu tulis nggak tadi???
a: itu artinya setiap manusia punya pengendali diri tapi seringkali kita lupa,,,

Biarkan dan jagalah hati agar selalu tenang menghadapi apapun, hati tempat bersyukur dan yakin akan kehendak Tuhan.
Akal biarkan menyusun strateginya walau sampai botak, tapi kejlimetan akal jangan sampai mempengaruhi hati.
Kalau hati sudah terkontaminasi keruwetan hidup, akal susah untuk menyusun strategi yang benar karena udah terlanjur stress, orang stress nggak bisa mikir dengan jernih,, ocret,,,,

HARAPKU

Cantik dan manis... walau tak secantik model busana muslimah

Akupun nggak tahu benar seperti apa wajahmu

Tapi aura dalam jiwamu yang telah membuat kau lebih cantik dari siapapun

Bersih, suci & tegas membuat aku mau menunggu sampai kau membuka hatimu

Aku takkan hapus rasa ini hingga waktu sendiri yang akan mengikisnya

Kenapa aku yakin?

Karena aku yakin kaulah yang terbaik saat ini

Aku yakin, Cinta Sejati lebih indah dari yang aku rasakan sekarang

Tapi dengan menunggumu, mungkin aku bisa belajar untuk mencintai

Karena takdir Tuhan berada di ujung Usaha Manusia

Maka aku akan tetap berusaha

Maaf kasih, jika selama ini aku tlah menggangu romantisme kehidupanmu

Berilah pelajaran pada orang bodoh ini

Senin, 21 Januari 2008

Relevansi Madzhab Hukum bagi Pengembangan Ilmu Hukum

Refleksi dan Relevansi Pemikiran Madzhab-Madzhab Hukum
Bagi Pengembangan Ilmu Hukum
Oleh : M.Khoirur Rofiq
Abstrak
Beberapa pakar hukum mengungkapkan bahwa pada saat ini posisi hukum di Indonesia mengalami kemunduran. Hukum yang diharpkan dapat menjadi pendukung bagi perubahan masyarakat yang lebih baik ternyata hanyalah berupa aturan-aturan kosong yang tak mmpu menjawab persoalan dalam masyarakat. Hukum terkadang hanyalah menjadi legitimasi penguasa dlam melakukan keidakadilannya pada masyarakat. Dengan kata lain terdapat penyimpangan antara law in books dengan law in action.
Salah satu masalah yang menjadikan ketidak mampuan hukum ini adalah tentang Ilmu Hukum itu sendiri. Ilmui hukum yang telah diajarkan di pendidikan hukum Indonesia cenderung menganut salah satu madzhab/aliran hukum tertentu. Banyak pemikiran-pemikiran hukum yang didalamnya sangat jauh dari sosio kultur dan sosio religius bangsa Indonesia. Oleh karena itulah, diperlukan suatu pengembangan pemikiran ilmu hukum Indonesia baru yang nantinya diharapkan mampu menjawab persoalan-persoalan ssosoial bangsa Indonesia.

A. Pendahuluan
Dalam dunia keilmuan,teori menempati kedudukan yang vital. Ia akan memberikan sarana untuk bisa merangkum derta memahami masalah yang dibicarakan secara lebih baik. Hal-hal yang semula tampak tersebar dan berdiri ssendiri bisa di satukan dan ditunjukkan kaitannya satu sama lain secara bermakna. Dengan demikian teori memberikan penjelasan dengan cara mengorganisasikan dan dan mensistematisasikan masalah yang dibicarakan.
Teori juga bisa mengandung subyektifitas, apalagi berhadapan dengan suatu fenomena yang cukup kompleks, sseperti hokum. Oleh karen itulah muncul beberapa aliran atau madzhab dalam ilmu hukum sesuai dengan sudut pandang yang dipakai oleh orang-orang dalam aliran-aliran tersebut.[1] Dengan demikian teori-teori hokum yang sudah dikembangkan oleh masing-masing penganutnya akan memberikan kontribusi ke dalam pemikiran tentang tata cara memaknai ilmu hukum itu sendiri.
Bak seekor gajah yang diteliti oleh orang-orang buta, hukum memberikan banyak pengertian bagi para penelitinya. Orang buta yang meneliti gajah dari depan, maka akan memberikan definisi bahwa gajah itu berbentuk panjang dan bulat, hal ini sdikethui karena orang pertama tadi mendapatkan belalainya. Tetapi pengertian ini akan berbeda dengan orang buta kedua yang memberikan pengertian dari samping, begitujuga pengertian orang buta ketiga yang memberikan pengertian dari hasil penelitiannya dari arah belakang gajah. Teori-teori dalam ilmu hukumpun akan seluas dengan dengan pengertian hukum itu sendiri. Pengertiannya akan berbeda jika dilihat dari sudut pandang yang berbeda. Permasalahannya adakah suatu wawasan yang komprehensif integral dalam memahami hukum sehingga dihasilkan pengertian yang sesuai dengan kenyataan.
Dalam tulisan ini sengaja tidak mempersoalkan perbedaan dari istilah madzhab atau aliran. Kata madzhab yang berasal dari bahasa Arab itu ditransformasikan ke dalam lingkup hukum (Islam) secara majaz yang kemudian diartikan aliran-aliran dalam hukum Islam. Namun kata ini juga mengalami transformasi ke dalam ilmu hukum secara umum. Oleh karena itu dalam tulisan ini kadang dipakai istilah madzhab. Sedangkan di tempat lain dipakai aliran dan adapula yang menggunakan istilah ajaran.
Dalam ilmu hukum dikenal beberapa madzhab yang berusaha memahami hukum itu dengan jelas. Adanya madzhab itu berarti mensyaratkan adanya pola pemikiran yang sama diantara ahli hukum dalam memahami fenomena hukum. Atau paling tidak, dalam unsur filsafati tentang hukum mereka mempunyai perspektif yang sama. Meskipun demikian seperti yang diungkapkan oleh Paton.[2] Ada beberapa pakar hukum terkemuka yang tidak dapat dimasukkan ke dalam salah satu madzhab tersebut. Kalau dipaksakan ke dalam salah satu yang telah ditentukan justru nantinya akan mempersulit pemahaman dan mengacaukan osbyeknya sendiri. Padahal tujuan penggolongan itu adkah untuk dapat memahami teori-teori dalam masing-masing madzhab secara lebih jelas dan mudah.

B. Permasalahan
Pengembangan hukum antara yang praktus dsan yang teoritis pada masa sekarang, terutama di Indonesia mengalami suatu paradigma pemikiran yang baru. Para ahli hukum di indonesia mempertanyakan kembali jarak antara law in books dengan law in action yang sudah cukup memprihatinkan. Menurut mereka hal ini bukan perssoalan yang sepele. Ketidak mampuan hukum dalam mengatasi masalah-masalah sosial di luar akan berakibat pada kewibawaan hukum itu sendiri. Masyarakat memberikan kepercayaan kepada hukum untuk dapat menyelesaikan konflik dan sengketa dalam lingkungan hidupnya. Terdapat contoh yang menarik berkaitan dengan hal ini. Sikap apriori masyarakat terhadap hukum dan krisis kepercayaan mereka terhadap aparat penegak hukum di jaman Orde Baru mengakibatkan tindakan pelampiasan dengan cara main hakim sendiri dalam menangani masalah sdi tengah kehidupan mereka. Kerusuhan, penjarahan, pembakaran merupakan pelampiasan mereka terhadap ketidak mampuan hukum dalam mengatasi permasalah-permasalahan sosial.
Satjipto raharjo bahkan sejak lama pernah mengungkapkan bahwa hukum mengalami kemandulan.[3] Mandul yang dimaksud disini adalah bahwa ilmu hukumtidak dapat mendukung arah perubahan dan dengan demikian tidak membantu usaha-usaha produktif yang sedang dijalankan oleh masyarakat. Masyarakat telah banyak memilih jalur-jalur di luar hukum untuk memecahkan permasalahan, konflik dan sengketa sosialnya. Sebagai contoh sudah banyak terjadi masyarakat memilih memberikan uang damai dengan polisi yang menilangnya daripada ia harus sdiproses melalui prosedur formal pengadilan.
Oleh sebab itu, untuk memberikan solusi bagi permasalahan sosial di atas muncul pertanyaan apakah ilmu hukum yang diajarkan di pendidikan hukum Indonesia itu masih sesuai denga perkembangan zaman dan sosio-kultur bangsa Indonesia. Adakah madzhab-madzhab dalam ilmu hukum yang sesuai dengan pandangan hidup bangsa Indonesia? Bagaiman refleksi dan relevansi madzhab-madzhab dalam ilmu hukum itu bagi pengembangan ilmu hukum nasional? Bagaimana metode refleksinya.

C. Kelemahan Ilmu Hukum barat dalam Konteks Indonesia
Perkembangan sejarah hukum di indonesia sejak memproklamirkan diri sebagai negara merdekalebih 50 tahun yang lalu, dihadapkan pada perubahan sosial dan pergeseran nilai didalamnya secara mondial. Berbagai hubungan manusia yang semula bersifat sosial berganti menjadi komersial. Di dalam pergaulan manusia dunia, intensitas hubungannya semakin erat didukung dengan teknologi komunikasi elektronik yang semakin canggih.
Sementara dibayang-banyangi adanya perubahan secara mendunia ini, di indonesia masih dihadapkan pada permasalahan-permasalahan sosial (social issues) seperti kemiskinan, pengangguran, penyalahgunaan obat-obatan terlarang, kerusakan lingkungan hidup dan lain sebagainya. Dalam dinamika perkembangannya,ssocial issues tersebut menyebabkan ciri khas hukum yang stabil dan formal, pengembanan hukum praktis oleh aparat birokrasi pemerintahan dan para praktisi hukum serta pengembangan ilmu hkum yang jauh dari kenyataan. Seolah-olah hukum berada di dunia yang berbeda. Dengan kata lain, ada jarak diantara hukum dengan realitas-realitas sosial yang ada. Sebagai akibatnya hukum tidak mampu menjawab persoalan-persoalan yang diajukan kepadanya.
Secara nyata ilmu hukum yang diemban di Indonesia sebagaimana diajarkan di pendidikan-pendidikan hukum Indonesia dan yang dipraktekkan oleh praktisi hukum,baik pemerintah maupun swasta masih cenderung berparadigma positivistik. Menurut beberapa pakar hukum Indonesia, ilmu hukum demikian tidak sekuat dalam masyarakat yang sedang mengalami pembanmgunan hukum dan menjalani perubahan sosial.[4]
Sebagaimana yang pernah dilontarkan oleh Soedirman Kartohadiprodjo[5] hukum ada untuk mewujudkan keadilan disamping ketertiban masyarakat.unsur keadilan yang meresapi keseluruhan bidang hukum berwujud penilaian manusia terhadap perilaku manusia dalam hubungannya dengan manusia lain dalam pergaulan hidup. Oleh karena itu, penilaian adil dan tidaknya suatu perbuatan akan ditentukan oleh pandangan manusia sesuai dengan tempat individu dalam pergaulan hidup, dengan demikian menjadi inti dari pandangan hidup yang dianut. Tata hukum dan cara berfikir yuridis sangat ditentukan atau sdiwarnai oleh pandangan hidup masyarakat. Dengan demikian cara berpikir yuridis yang diajarkan di Indonesia masih dipengaruhi oleh cara pandang bangsa barat (Belanda) mengenai hukum.
Ssdalah nsatu cara pandang bangsa Barat yang tidak sesuai dengan cara pandang bangsa Indonesia adalah sifat individualisme. Pandangan individualisme bangsa Barat munscul pada masa renaissance yang kemudian mengalami pergolakan dan perumusan kefilsafatan oleh para sarjana Barat seperti John Locke, Thomas Hobbes, Jean Jecques Rousseau dan Thomas Jefferson. Menurut Soedirman, individualistis mempunyai pandangan bahwa manusia diciptakan bebas dan sama, yang satu lepas dari yang lain dan manusia masing-masing mempunyai kekeuasaan yang penuh (men are created free and equal).
Bangsa Indonesia mempunyai pandangan yang jauh berbeda deangan pandangan bangsa Barat diatas. Manusia diiptakan oleh tuhan untuk hidup bersatu dengan manusia lain. Oleh karena itu, individu itu bersatu dengan linkungan sosialnya bahkan dengan alam sekitarnya.
Kekecewaan senada diungkapkan pula oleh Mochtar Kusumatmadja[6] bahwa pendidikan hukum kolonial ssbelanda diimplementasikan oleh para yuris Indonesia yang diperolhmelalui jalur pendidika hukum yang juga merupakan warisan koonial. Pendidika hukum kolonial di Indonseia zaman dahulu ditujukan hanya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat kolonial sat itu dan ssebagai penopang konomi negara iduk. Padahal seharusnya para yuris di negara berkembang seperti Indonesia membutuhka pengetahuan antara hukum dan faktor-faktor pembangunan, norma-norma sosial dan institusi.menurut Satjipto Raharjo, pendidikan hukum seperti ini pada akhirnya menghasilkan sarjana-sarjan yang menguasai kmahiran sebagai tukang yaitu ahli hukum dan hanya mampu dan mahir menerapkan dan menafsirkan hukum positif.


D. Beberapa Penyebab Permasalahan
Pada akhirnya kekcewaan-kekcewaan yang dilontarkan oleh para pakar hukum Indonesia diatas berkisar pada pemikiran atas cara pandang Ilmu Hukum Barat yang tidak sesuai dengan carapandang bangsa Indonesia. Bangsa Barat pun mempunyai cara pandang yang berbeda-beda sesuai dimensi waktu dan tempat. Pandangan mereka terekam pada gagasan-gagasan tentang hukum yang kemudian disebut sebagai madzhab dalam Ilmu Hukum. Selanjutnya pemikiran tentang Ilmu Hukum itu dianut oleh para legis di negari Belanda. Hukum produk kolonial itu diajarkan kepada bangsa ononesia melalui pendidkan hukum. Dengan demikian pandangan berat yang terekam dalam produk hukumnya diterima oleh para yuris di Indonesia.
Pada konteks seperti ini Ilmu Hukum dan/atau cara pandang bangsa Barat dipaksakan untuk diterim oleh bangsa Indonesia. Penyamaan bangsa Barat dengan bangsa Indonesia mengenai Ilmu Hukum merupakan suatu pemerkosaan ilmu pengetahuan. Hal ini dikarenakan, bangsa Indonesia yang sejak tahun 1945 telah menyatakan diri sebagai negara merdeka dari penjajahan bangsa asing, secara kenyataan masih harus menerima Ilmu Hukum dari bangsa Barat yang tidak sesuai dengan cara pandang bangsa Indonesia.
Sebagai ilmuwan tentunya kita tidak apriori dengan sesuatu yang datangya dario bangsa Barat. Akan tetapi sesuatu yang datang dari Barat dan tidak ssuai dengan jiwa bangsa Indonesia dan tetp dianut dan diajarkan di Indonesia jusstru tidak sejalan dengan cita-cita kemerdekaan Indonesia. Oleh karena itulah, selayaknya ada usha ke arah pengembangan Ilmu Hukum Nasional yang searah dengan jiwa dan cita-cita bangsa Indonesia. Kemedekaan bangsa Indonesia merupakan kebebasan bangsa dan menentukan jalan hidupnya sendiri tanpa dipengaruhi oleh bangsa lain.
Oleh karena itu untuk merefleksiskan dan merelevensikan madzhab-madzhab hukum yang berasal dari Barat itu bagi pengembangan Ilmu Hukum Nasional perlu dianalisis dengan pertanyaan-pertanyaan mendasar, yaitu pertanyaan who (siapa), what (apakah), when (kapan), where (dimana), dan why (kenapa). Analisis dengan pertanyaan mendasar ini perlu dilakukan agar jangan sampai madzhab-madzhab dalam Ilmu Hukum yang kebanyakan berasal dari barat itu ditelan mentah-mentah oleh bangsa Indonesia.
Pertama, pertanyaan dengan kata tanya who menanyakan siapa tokoh-tokoh di belakang madzhab tersebut.dengan mempertanyakan pelaku ini dihasilkan pandangan integral mengenai latar belakang pelaku (tokoh madzhab), siapakah dia sebenarnya. Selama ini dalam literatur ilmu hukum atau filsafat hukum masih jarang, jika tidak dikatakan tidak ada sama sekali, yangmengadakan analisis dengan dua pertanyaan diatas. Padahal dengan tiga pertanyaan selanjutnya yaitu when (kapan pendapatnya dilontarkan) where (dimanakah pendapatnya itu dinyatakan) dan why (mengapa dia berpendapat seperti itu) akan lebih mempertajam peneliti hukum dalam penyeleksian madzhab-madzhab dalam ilmu hukum yang ada. Sangat disayangkan, kajian menyeluruh mengenai madzhab-madzhab hukum yang meliputi lima pertayaan diatas masih jarang dilakukan.
Sebagai contoh dengan pertanyaan where dan when, dapat ditemukan dinamika yang begitu luas. Sebagaimana diketahui, madzhab-madzhab hukum dalam kajian Filsafat Hukum dimulai sejak zamn Yunani Kuno (600 SM) sampai abad XX dengan tokoh-tokoh seperti Heraklitos, Parmenides, Plato, Aristoteles, memunculkan aliran seperti fenomenologi, ssseksistesialisme, dan teori-tori hukum alam.[7] Inipun masih berkembang dimasa-masa selanjutnya, dengan rentang waktu yang sdemikian lamanya (sekitar 2550 tahun) tentu agar berkembang pula corak, ragam dan karakternya. Sedangkan negara tempat munculnya teori itu juga sangat beragam. Hanya ada ssebagian kecil yang yang berasal dari luar Eropa, seperti China, Arab dan Amerika. Padahal tiap negara mempunyai garis politik, ciri pemerimtahan, sejarah negara dan kondisi sosial yang berbeda. Ini terbukti mempengaruhi pendapat para tokoh seperti terjadi pada Thomas Hobbes, Montesqiau, karl max dan lain-lain. Sekarang apakah Ilmu Hukum yang akan dikembangkan di Indonesia tetap seputar pada pemikiran-pemikiran tentang hukum seperti yang telah dilontarkan oleh mereka? Bagimanakah madzhab hukum insdonesia itu? Tentu saja jaaban ini tidak mudah dijawab. Pertayaan itu menuntut kita untuk mengkaji lebih dulu nilai-nilai filosofi bangsa Indonesia.

D. Metode dan Solusi
Merujuk pada madzhab-mdzhab Ilmu Hukum yang dikenal, ada beberapa cara melakukan refleksi dan relevansi terhadapnya. Metode yang demikian sangat diharapkan selalu memperhatikan konteks masyarakat yang ada. Bisa jadi pandangan seperti ini menimbulkan sikap apriori terhdap madzhab-madzhab itu. Namun pengetahuan para ahli hukum Insdonesia tidak mungkin akan meninggalkan pemikiran-pemikiran dari beberapa mdzhab itu secara total. Ajaran setiap madzhab merupakan pngetahuan dasar untuk menmgkontekstualisasikan pemikiran mereka sesuai dengan jiwa bangsa Indonesia. Dari sini dapat diketahui bahwa pengembangan ilmu hukum itu dapat dilakukan dengan metode:
a. Memakai salah satu madzhab yang paling sesuai dengan pandangan bangsa Indonesi, metode seperti ini jarang dilakukan mengingat beberapa ajaran itu mungkin sesuai tetapi ajaran itu jauh dari keselarasan. Dengan kata lain ajaran dari suatu madzhab ada yang diterima ada yang tidak diterima.
b. Melakukannya dengan cara mengolah kembali pandangan-pandangan dalam madzhab itu serta menyesuaikannya dengan konteks sosial di Indonesia. Ibarat seorang koki yng menyuguhkan masakan bagi konsumennya, sang koki meracik bimbu yang sesuai dengan lidah konsumennya, begitu juga pakar hukum yang mengembangkan “masakan” ilmu hukum dari macam-macam “bumbu” madzhab hukum untuk menghasilkan produk yang sesuai dengan “cita rasa” Indonesia.
c. Metode radikal yang dilakukan dengan membongkar ajaran-ajaran lama dan digantikan ajaran baru sama sekali dengan memperhatikan kondisi sosial Indonesia serta merumuskanya dalam ajaran yang disebut “Madzhab Indonesia”. Metode seperti ini sulit dilakukan karena pemikiran para pakar hukum indonesia tidak begitu saja lepas dari pengaruh pemikiran dari para ahli dari luar Indonesia.
Sebagaimana yang telah diungkapkan Mochtar Kusumatmaja, pengembangan hukum yang bercirikan Indonesia tidak saja dilakukan dengan mengoper begitu saja ilmu-ilmu hukum yang berasal dari luar dan yang diangap modern, tetapi juga tidak secar membabi buta mempertahankan yang asli. Keduanya harus berjalan selaras.
Dengan mengilhami dari teori law as a tool of engineering dari ajaran Roscoe pound yang beraliran yurisprudensi sosiologios mochtar kusumatmaja kemudian menganjurkan teoori hukum sebagai saranapembaharuan masyarakat.[8]beberapa karkteristik dari teori beliau yang membedakan dengan teori dari Roscoe Pound adalah:
a. Lebih menekankan peranan peraturan perundang-undangan dalam proses pembaharuan di Indonersia, sedangkan teori dari Roscoe Pound terutama ditujukan pada peranan pembaharuan terhadap putusan pengadilan,
b. Sikap yang menunjukkan kepekaan terhadap kenyataan yang menolak penerapan mekanistis dari konsespsi law as a tool of sosial engineering. Penerapan secara mekanistis demikian yang digambrkn dengan kata tool akan mengakibatkan hasil yang tidak banyak berbeda dengan penerapan legisme yang dalam penerapannyadi Indonesia banya dikritik oleh banyak pihak.
c. Apabila ada pengertian hukum termasuk pula hukum internasional, maka Indonesia sebetulnya sudah menjalankan asas hukum sebagai sarana pembaharuan masyarakat jauh sebelum konsepsi ini dirumuskan secara rsmi sebagai landasan kebijaksanaan luhur.
Beberapa pendapat para pakar hukum Indonesia yang lain mempunyai pandangan yang tidak jauh berbeda bahwa pengembangan Ilmu Hukum Nasional harus didasarkan pada jiwa dn nilai-nilai yang dianut oleh bangsa Indonesia. Soepomo, Moh. Kosnoe dan Sunaryati Hartono merupakan tokoh-tokoh yang gigih memperjuangkan hukum adat, sebagai hukum yang hidup, untuk dijadikan pijakan bagi pengembangan Ilmu Hukum Nasional.
Satjipto Raharjo memberikan catatan bahwa dalam mengkaji hukum adat ini tiodak dilakukan melalui jalur yang positivistis, normatis, legalistis karen dengan demikian akan memunculkan diskusi yang positivistis pula.[9] Tawaran beliau adalah melalui jalur keilmuan yaitu memberikan penekanan pada aspek metodologis dalam menggarap permasalahanya. Aspek metodologis ini diwakili dengan pengkajian secara anthropologis. Pemanfaatan studi anthropologis akan memberikan hasil atau keadaan yang mendekati real;itas yang ada di masyarakat.

F. Penutup
Berdasar kesimpulan diatas dapat ditarik ksimpulan bahwa permsalahn hukum di Indonesia muncul tidak lepas dari kelmahan hukum, pendidikan hukum dan sarana prasarana yang ada. Bila demikian, ilmu hukum pun dipertanyakan kembali. Konteks sosial negara Indonesia yang berlainan dengan sosial negara lain akan memberikan kesimpulan bahwa diperlukan pengembangan Ilmu Hukum Nasional yang lebih selaras dengan kondisi sosial Indonesia. Beberapa pakar hukum Indonesia telah mengadakan kajian mengenai permasalahan ini dan menyumbangkan pemikiran-pemikirannya tentang Ilmu Hukum Nasional.



DAFTAR PUSTAKA


Sidharta, Bernard Arief, Refleksi tentang Struktur Ilmu Hukum, Sebuah Penelitian tentang Fundasi Kefilfatan dan Sifat Keilmuan Ilmu Hukum sebagai Landasan Pengembangan Ilmu Hukum Nasional Indonesia, Bandung: Mandar Maju, 1999.

Rasdyidi, Lili dan Bernard Arief Sidharta, Filsafat Hukum Madzhab dan Refleksinya, Bandung: Rosdakarya,199.
Soemitro, Ronny Hanitjo, “ Madzhab-Madzhab dalam Ilmu Hukum dan beberapa Perspektif terhadap Hukum”, Jurnal Masalah-Msalah Hukum, Fakultas Universitas Diponegoro Semarang No. 4 Tahun 1990.
Rahardjo, Satjipto, Ilmu Hukum, Bandung: Citra Aditya Bhakti, 1991.
________, “Relevansi Hukum Adat dengan Modernisasi Hukum Kita”, Hukum Adat dan Modernisasi Hukum, Yogyakarta: FH-UII,1998.
Huijbers, Theo, Filsafat Hukum dalam Lintasan Sejarah, Yogyakarta: Kanisius,1993.
[1] Sutjipto Raharjo, Ilmu Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1991), p.253
[2] Ronny Hanitijo Soemitro, Madzhab-madzhab dalam Ilmu Hukum dan Beberapa Perspektif Dalam Ilmu Hukum, dalam Majalah Masalah-Masalah Hukum,(Semarang: Universitas Diponegoro,1990),p. 26.
[3] Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, …..p. 135-138.

[4] Bernard Arief Sidharta, Refleksi Tentang Struktur Ilmu Hukum……,p. 80.bahan sosial. yang dialami ng berparadigma positivistik seperti yang diajarkan oleh Hans
[5] Ibid,p.172.
[6] Ibid,p. 174.
[7] Theo Huijbrs, Filsafat Hukum dan Lintasan Sejarah, (Yogyakrta: kkanisisus, 1993),p. 30.
[8] Ibid,p. 109
[9] Satjito Raharjo, Relevansi Hukum Adat dengan Modernisasi Hukum Kita, dalam Hukum Adat dan Modernisasi Hukum, (Yogyakarta: Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, 1998),p. 168