Selasa, 29 Januari 2008

Habibaty


Habibaty
Sejak pertemuan itu, jiwaku gemetar mengingatmu
Senyum lembut bibirmu, redakan amarahku
Tatapanmu, bekukan aliran darahku
Gaya bicaramu, ciutkan egoku
Kehadiranmu, hiasi warna-warni duniaku
Kau tawan setiap detik waktuku dengan rindumu
Kau ambil malam tidurku dengan cintamu
Sungguh... ku tak kuasa menahan rasa
Sampai kapan kau gantung cintaku
Aku mohon terimalah aku sebagai kekasihmu
Kupastikan jiwa & ragaku hanya untukmu
Karena kau adalah belahan jiwaku

Senin, 28 Januari 2008

Dosa Warisan Pak Harto

Hati dan Akal
Refleksi atas Meninggalnya Pak Harto

Awalnya cuma guyon sama temen di friendster tentang warisannya Pak Harto, sekali lagi guyon, tapi dari guyon itu eh ada pelajarannya.
kita dapet warisan apa ya dari pak Harto, ada temen yang nyletuk The Original Sin, kaya judul film ya..

a: mang bisa diwariskan dosa itu kang?
b: tergantung dilihat dari anggapan sapa dulu.
a: ko gt. maksudnya??
b: kl anggapan Tuhan ya, nggak dong, krn setiap makhluk yg diberi akal bertanggung jawab atas apa yang diperbuatnya, yg tahu detailnya itu tuhan dunk, tapi beda lagi anggapan manusia, krn hidup itu kan bersosialisasi dan berafiliasi kemana aja sesuai dengan kebutuhan, apalagi dalam hal ini Pak Harto kan presiden, jadi lingkungan yang tergantung pada Pak Harto banyak, baik buruknya perlakuan dia tidak lepas dari orang2 yg disekitarnya,
a: lo kang, orang2 disekitarnya tu kan mcm2, ada yg bajingan bener, tapi juga ada yang cm jd korban,
b: nah,,, tu kan korban,? atau bahasa saya korban pengeklaiman, yg asalnya nggak salah bisa jd salah krn klaim tadi,
a: wadduh,, trs gimana dunk,?
b: itulah knp hidup ini butuh perjuangan,,
kadang kita udah hidup luruspun masih ada yg memutar balikkan fakta, la akhirnya hidup kita di mata manusia lain yg nggak tahu, kita itu kotor.
a: perjuangan yg gimana maksudnya kang??
b: berjuang untuk hidup lurus, berjuang membersihkan diri kita dari tuduhan palsu dan berjuang untuk menyelamatkan manusia lain.
a: gimana caranya? ko kayaknya berat bgt///
b: semuanya nggak akan berat kalau diniati ikhlas demi kebenaran,, toh ketika kita buat amal sholih, kita nggak dapet bayaran secara materi, kita dpt kebahagiaan batin yang luar biasa, inilah kunci agar kita selalu yakin dan sukur akan nikmat-Nya.
kenikmatan batin lebih dari segalanya,
a: wah emang hidup ini bukan permainan ya kang, walau isinya hanya permainan belaka,
B; ya itulah,,, makanya dalam permainan ini kita harus selalu menang, caranya adalah selalu kendalikan hati dan akal sebagai pengolah setrategi jangan sampai terjebak pad permainan belaka, padahal isinya kosong,,,,

c: ko tumben kang bisa ngomong ky gt?
b: ya ya... aku malah baru nyadar,,, kamu tulis nggak tadi???
a: itu artinya setiap manusia punya pengendali diri tapi seringkali kita lupa,,,

Biarkan dan jagalah hati agar selalu tenang menghadapi apapun, hati tempat bersyukur dan yakin akan kehendak Tuhan.
Akal biarkan menyusun strateginya walau sampai botak, tapi kejlimetan akal jangan sampai mempengaruhi hati.
Kalau hati sudah terkontaminasi keruwetan hidup, akal susah untuk menyusun strategi yang benar karena udah terlanjur stress, orang stress nggak bisa mikir dengan jernih,, ocret,,,,

HARAPKU

Cantik dan manis... walau tak secantik model busana muslimah

Akupun nggak tahu benar seperti apa wajahmu

Tapi aura dalam jiwamu yang telah membuat kau lebih cantik dari siapapun

Bersih, suci & tegas membuat aku mau menunggu sampai kau membuka hatimu

Aku takkan hapus rasa ini hingga waktu sendiri yang akan mengikisnya

Kenapa aku yakin?

Karena aku yakin kaulah yang terbaik saat ini

Aku yakin, Cinta Sejati lebih indah dari yang aku rasakan sekarang

Tapi dengan menunggumu, mungkin aku bisa belajar untuk mencintai

Karena takdir Tuhan berada di ujung Usaha Manusia

Maka aku akan tetap berusaha

Maaf kasih, jika selama ini aku tlah menggangu romantisme kehidupanmu

Berilah pelajaran pada orang bodoh ini

Senin, 21 Januari 2008

Relevansi Madzhab Hukum bagi Pengembangan Ilmu Hukum

Refleksi dan Relevansi Pemikiran Madzhab-Madzhab Hukum
Bagi Pengembangan Ilmu Hukum
Oleh : M.Khoirur Rofiq
Abstrak
Beberapa pakar hukum mengungkapkan bahwa pada saat ini posisi hukum di Indonesia mengalami kemunduran. Hukum yang diharpkan dapat menjadi pendukung bagi perubahan masyarakat yang lebih baik ternyata hanyalah berupa aturan-aturan kosong yang tak mmpu menjawab persoalan dalam masyarakat. Hukum terkadang hanyalah menjadi legitimasi penguasa dlam melakukan keidakadilannya pada masyarakat. Dengan kata lain terdapat penyimpangan antara law in books dengan law in action.
Salah satu masalah yang menjadikan ketidak mampuan hukum ini adalah tentang Ilmu Hukum itu sendiri. Ilmui hukum yang telah diajarkan di pendidikan hukum Indonesia cenderung menganut salah satu madzhab/aliran hukum tertentu. Banyak pemikiran-pemikiran hukum yang didalamnya sangat jauh dari sosio kultur dan sosio religius bangsa Indonesia. Oleh karena itulah, diperlukan suatu pengembangan pemikiran ilmu hukum Indonesia baru yang nantinya diharapkan mampu menjawab persoalan-persoalan ssosoial bangsa Indonesia.

A. Pendahuluan
Dalam dunia keilmuan,teori menempati kedudukan yang vital. Ia akan memberikan sarana untuk bisa merangkum derta memahami masalah yang dibicarakan secara lebih baik. Hal-hal yang semula tampak tersebar dan berdiri ssendiri bisa di satukan dan ditunjukkan kaitannya satu sama lain secara bermakna. Dengan demikian teori memberikan penjelasan dengan cara mengorganisasikan dan dan mensistematisasikan masalah yang dibicarakan.
Teori juga bisa mengandung subyektifitas, apalagi berhadapan dengan suatu fenomena yang cukup kompleks, sseperti hokum. Oleh karen itulah muncul beberapa aliran atau madzhab dalam ilmu hukum sesuai dengan sudut pandang yang dipakai oleh orang-orang dalam aliran-aliran tersebut.[1] Dengan demikian teori-teori hokum yang sudah dikembangkan oleh masing-masing penganutnya akan memberikan kontribusi ke dalam pemikiran tentang tata cara memaknai ilmu hukum itu sendiri.
Bak seekor gajah yang diteliti oleh orang-orang buta, hukum memberikan banyak pengertian bagi para penelitinya. Orang buta yang meneliti gajah dari depan, maka akan memberikan definisi bahwa gajah itu berbentuk panjang dan bulat, hal ini sdikethui karena orang pertama tadi mendapatkan belalainya. Tetapi pengertian ini akan berbeda dengan orang buta kedua yang memberikan pengertian dari samping, begitujuga pengertian orang buta ketiga yang memberikan pengertian dari hasil penelitiannya dari arah belakang gajah. Teori-teori dalam ilmu hukumpun akan seluas dengan dengan pengertian hukum itu sendiri. Pengertiannya akan berbeda jika dilihat dari sudut pandang yang berbeda. Permasalahannya adakah suatu wawasan yang komprehensif integral dalam memahami hukum sehingga dihasilkan pengertian yang sesuai dengan kenyataan.
Dalam tulisan ini sengaja tidak mempersoalkan perbedaan dari istilah madzhab atau aliran. Kata madzhab yang berasal dari bahasa Arab itu ditransformasikan ke dalam lingkup hukum (Islam) secara majaz yang kemudian diartikan aliran-aliran dalam hukum Islam. Namun kata ini juga mengalami transformasi ke dalam ilmu hukum secara umum. Oleh karena itu dalam tulisan ini kadang dipakai istilah madzhab. Sedangkan di tempat lain dipakai aliran dan adapula yang menggunakan istilah ajaran.
Dalam ilmu hukum dikenal beberapa madzhab yang berusaha memahami hukum itu dengan jelas. Adanya madzhab itu berarti mensyaratkan adanya pola pemikiran yang sama diantara ahli hukum dalam memahami fenomena hukum. Atau paling tidak, dalam unsur filsafati tentang hukum mereka mempunyai perspektif yang sama. Meskipun demikian seperti yang diungkapkan oleh Paton.[2] Ada beberapa pakar hukum terkemuka yang tidak dapat dimasukkan ke dalam salah satu madzhab tersebut. Kalau dipaksakan ke dalam salah satu yang telah ditentukan justru nantinya akan mempersulit pemahaman dan mengacaukan osbyeknya sendiri. Padahal tujuan penggolongan itu adkah untuk dapat memahami teori-teori dalam masing-masing madzhab secara lebih jelas dan mudah.

B. Permasalahan
Pengembangan hukum antara yang praktus dsan yang teoritis pada masa sekarang, terutama di Indonesia mengalami suatu paradigma pemikiran yang baru. Para ahli hukum di indonesia mempertanyakan kembali jarak antara law in books dengan law in action yang sudah cukup memprihatinkan. Menurut mereka hal ini bukan perssoalan yang sepele. Ketidak mampuan hukum dalam mengatasi masalah-masalah sosial di luar akan berakibat pada kewibawaan hukum itu sendiri. Masyarakat memberikan kepercayaan kepada hukum untuk dapat menyelesaikan konflik dan sengketa dalam lingkungan hidupnya. Terdapat contoh yang menarik berkaitan dengan hal ini. Sikap apriori masyarakat terhadap hukum dan krisis kepercayaan mereka terhadap aparat penegak hukum di jaman Orde Baru mengakibatkan tindakan pelampiasan dengan cara main hakim sendiri dalam menangani masalah sdi tengah kehidupan mereka. Kerusuhan, penjarahan, pembakaran merupakan pelampiasan mereka terhadap ketidak mampuan hukum dalam mengatasi permasalah-permasalahan sosial.
Satjipto raharjo bahkan sejak lama pernah mengungkapkan bahwa hukum mengalami kemandulan.[3] Mandul yang dimaksud disini adalah bahwa ilmu hukumtidak dapat mendukung arah perubahan dan dengan demikian tidak membantu usaha-usaha produktif yang sedang dijalankan oleh masyarakat. Masyarakat telah banyak memilih jalur-jalur di luar hukum untuk memecahkan permasalahan, konflik dan sengketa sosialnya. Sebagai contoh sudah banyak terjadi masyarakat memilih memberikan uang damai dengan polisi yang menilangnya daripada ia harus sdiproses melalui prosedur formal pengadilan.
Oleh sebab itu, untuk memberikan solusi bagi permasalahan sosial di atas muncul pertanyaan apakah ilmu hukum yang diajarkan di pendidikan hukum Indonesia itu masih sesuai denga perkembangan zaman dan sosio-kultur bangsa Indonesia. Adakah madzhab-madzhab dalam ilmu hukum yang sesuai dengan pandangan hidup bangsa Indonesia? Bagaiman refleksi dan relevansi madzhab-madzhab dalam ilmu hukum itu bagi pengembangan ilmu hukum nasional? Bagaimana metode refleksinya.

C. Kelemahan Ilmu Hukum barat dalam Konteks Indonesia
Perkembangan sejarah hukum di indonesia sejak memproklamirkan diri sebagai negara merdekalebih 50 tahun yang lalu, dihadapkan pada perubahan sosial dan pergeseran nilai didalamnya secara mondial. Berbagai hubungan manusia yang semula bersifat sosial berganti menjadi komersial. Di dalam pergaulan manusia dunia, intensitas hubungannya semakin erat didukung dengan teknologi komunikasi elektronik yang semakin canggih.
Sementara dibayang-banyangi adanya perubahan secara mendunia ini, di indonesia masih dihadapkan pada permasalahan-permasalahan sosial (social issues) seperti kemiskinan, pengangguran, penyalahgunaan obat-obatan terlarang, kerusakan lingkungan hidup dan lain sebagainya. Dalam dinamika perkembangannya,ssocial issues tersebut menyebabkan ciri khas hukum yang stabil dan formal, pengembanan hukum praktis oleh aparat birokrasi pemerintahan dan para praktisi hukum serta pengembangan ilmu hkum yang jauh dari kenyataan. Seolah-olah hukum berada di dunia yang berbeda. Dengan kata lain, ada jarak diantara hukum dengan realitas-realitas sosial yang ada. Sebagai akibatnya hukum tidak mampu menjawab persoalan-persoalan yang diajukan kepadanya.
Secara nyata ilmu hukum yang diemban di Indonesia sebagaimana diajarkan di pendidikan-pendidikan hukum Indonesia dan yang dipraktekkan oleh praktisi hukum,baik pemerintah maupun swasta masih cenderung berparadigma positivistik. Menurut beberapa pakar hukum Indonesia, ilmu hukum demikian tidak sekuat dalam masyarakat yang sedang mengalami pembanmgunan hukum dan menjalani perubahan sosial.[4]
Sebagaimana yang pernah dilontarkan oleh Soedirman Kartohadiprodjo[5] hukum ada untuk mewujudkan keadilan disamping ketertiban masyarakat.unsur keadilan yang meresapi keseluruhan bidang hukum berwujud penilaian manusia terhadap perilaku manusia dalam hubungannya dengan manusia lain dalam pergaulan hidup. Oleh karena itu, penilaian adil dan tidaknya suatu perbuatan akan ditentukan oleh pandangan manusia sesuai dengan tempat individu dalam pergaulan hidup, dengan demikian menjadi inti dari pandangan hidup yang dianut. Tata hukum dan cara berfikir yuridis sangat ditentukan atau sdiwarnai oleh pandangan hidup masyarakat. Dengan demikian cara berpikir yuridis yang diajarkan di Indonesia masih dipengaruhi oleh cara pandang bangsa barat (Belanda) mengenai hukum.
Ssdalah nsatu cara pandang bangsa Barat yang tidak sesuai dengan cara pandang bangsa Indonesia adalah sifat individualisme. Pandangan individualisme bangsa Barat munscul pada masa renaissance yang kemudian mengalami pergolakan dan perumusan kefilsafatan oleh para sarjana Barat seperti John Locke, Thomas Hobbes, Jean Jecques Rousseau dan Thomas Jefferson. Menurut Soedirman, individualistis mempunyai pandangan bahwa manusia diciptakan bebas dan sama, yang satu lepas dari yang lain dan manusia masing-masing mempunyai kekeuasaan yang penuh (men are created free and equal).
Bangsa Indonesia mempunyai pandangan yang jauh berbeda deangan pandangan bangsa Barat diatas. Manusia diiptakan oleh tuhan untuk hidup bersatu dengan manusia lain. Oleh karena itu, individu itu bersatu dengan linkungan sosialnya bahkan dengan alam sekitarnya.
Kekecewaan senada diungkapkan pula oleh Mochtar Kusumatmadja[6] bahwa pendidikan hukum kolonial ssbelanda diimplementasikan oleh para yuris Indonesia yang diperolhmelalui jalur pendidika hukum yang juga merupakan warisan koonial. Pendidika hukum kolonial di Indonseia zaman dahulu ditujukan hanya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat kolonial sat itu dan ssebagai penopang konomi negara iduk. Padahal seharusnya para yuris di negara berkembang seperti Indonesia membutuhka pengetahuan antara hukum dan faktor-faktor pembangunan, norma-norma sosial dan institusi.menurut Satjipto Raharjo, pendidikan hukum seperti ini pada akhirnya menghasilkan sarjana-sarjan yang menguasai kmahiran sebagai tukang yaitu ahli hukum dan hanya mampu dan mahir menerapkan dan menafsirkan hukum positif.


D. Beberapa Penyebab Permasalahan
Pada akhirnya kekcewaan-kekcewaan yang dilontarkan oleh para pakar hukum Indonesia diatas berkisar pada pemikiran atas cara pandang Ilmu Hukum Barat yang tidak sesuai dengan carapandang bangsa Indonesia. Bangsa Barat pun mempunyai cara pandang yang berbeda-beda sesuai dimensi waktu dan tempat. Pandangan mereka terekam pada gagasan-gagasan tentang hukum yang kemudian disebut sebagai madzhab dalam Ilmu Hukum. Selanjutnya pemikiran tentang Ilmu Hukum itu dianut oleh para legis di negari Belanda. Hukum produk kolonial itu diajarkan kepada bangsa ononesia melalui pendidkan hukum. Dengan demikian pandangan berat yang terekam dalam produk hukumnya diterima oleh para yuris di Indonesia.
Pada konteks seperti ini Ilmu Hukum dan/atau cara pandang bangsa Barat dipaksakan untuk diterim oleh bangsa Indonesia. Penyamaan bangsa Barat dengan bangsa Indonesia mengenai Ilmu Hukum merupakan suatu pemerkosaan ilmu pengetahuan. Hal ini dikarenakan, bangsa Indonesia yang sejak tahun 1945 telah menyatakan diri sebagai negara merdeka dari penjajahan bangsa asing, secara kenyataan masih harus menerima Ilmu Hukum dari bangsa Barat yang tidak sesuai dengan cara pandang bangsa Indonesia.
Sebagai ilmuwan tentunya kita tidak apriori dengan sesuatu yang datangya dario bangsa Barat. Akan tetapi sesuatu yang datang dari Barat dan tidak ssuai dengan jiwa bangsa Indonesia dan tetp dianut dan diajarkan di Indonesia jusstru tidak sejalan dengan cita-cita kemerdekaan Indonesia. Oleh karena itulah, selayaknya ada usha ke arah pengembangan Ilmu Hukum Nasional yang searah dengan jiwa dan cita-cita bangsa Indonesia. Kemedekaan bangsa Indonesia merupakan kebebasan bangsa dan menentukan jalan hidupnya sendiri tanpa dipengaruhi oleh bangsa lain.
Oleh karena itu untuk merefleksiskan dan merelevensikan madzhab-madzhab hukum yang berasal dari Barat itu bagi pengembangan Ilmu Hukum Nasional perlu dianalisis dengan pertanyaan-pertanyaan mendasar, yaitu pertanyaan who (siapa), what (apakah), when (kapan), where (dimana), dan why (kenapa). Analisis dengan pertanyaan mendasar ini perlu dilakukan agar jangan sampai madzhab-madzhab dalam Ilmu Hukum yang kebanyakan berasal dari barat itu ditelan mentah-mentah oleh bangsa Indonesia.
Pertama, pertanyaan dengan kata tanya who menanyakan siapa tokoh-tokoh di belakang madzhab tersebut.dengan mempertanyakan pelaku ini dihasilkan pandangan integral mengenai latar belakang pelaku (tokoh madzhab), siapakah dia sebenarnya. Selama ini dalam literatur ilmu hukum atau filsafat hukum masih jarang, jika tidak dikatakan tidak ada sama sekali, yangmengadakan analisis dengan dua pertanyaan diatas. Padahal dengan tiga pertanyaan selanjutnya yaitu when (kapan pendapatnya dilontarkan) where (dimanakah pendapatnya itu dinyatakan) dan why (mengapa dia berpendapat seperti itu) akan lebih mempertajam peneliti hukum dalam penyeleksian madzhab-madzhab dalam ilmu hukum yang ada. Sangat disayangkan, kajian menyeluruh mengenai madzhab-madzhab hukum yang meliputi lima pertayaan diatas masih jarang dilakukan.
Sebagai contoh dengan pertanyaan where dan when, dapat ditemukan dinamika yang begitu luas. Sebagaimana diketahui, madzhab-madzhab hukum dalam kajian Filsafat Hukum dimulai sejak zamn Yunani Kuno (600 SM) sampai abad XX dengan tokoh-tokoh seperti Heraklitos, Parmenides, Plato, Aristoteles, memunculkan aliran seperti fenomenologi, ssseksistesialisme, dan teori-tori hukum alam.[7] Inipun masih berkembang dimasa-masa selanjutnya, dengan rentang waktu yang sdemikian lamanya (sekitar 2550 tahun) tentu agar berkembang pula corak, ragam dan karakternya. Sedangkan negara tempat munculnya teori itu juga sangat beragam. Hanya ada ssebagian kecil yang yang berasal dari luar Eropa, seperti China, Arab dan Amerika. Padahal tiap negara mempunyai garis politik, ciri pemerimtahan, sejarah negara dan kondisi sosial yang berbeda. Ini terbukti mempengaruhi pendapat para tokoh seperti terjadi pada Thomas Hobbes, Montesqiau, karl max dan lain-lain. Sekarang apakah Ilmu Hukum yang akan dikembangkan di Indonesia tetap seputar pada pemikiran-pemikiran tentang hukum seperti yang telah dilontarkan oleh mereka? Bagimanakah madzhab hukum insdonesia itu? Tentu saja jaaban ini tidak mudah dijawab. Pertayaan itu menuntut kita untuk mengkaji lebih dulu nilai-nilai filosofi bangsa Indonesia.

D. Metode dan Solusi
Merujuk pada madzhab-mdzhab Ilmu Hukum yang dikenal, ada beberapa cara melakukan refleksi dan relevansi terhadapnya. Metode yang demikian sangat diharapkan selalu memperhatikan konteks masyarakat yang ada. Bisa jadi pandangan seperti ini menimbulkan sikap apriori terhdap madzhab-madzhab itu. Namun pengetahuan para ahli hukum Insdonesia tidak mungkin akan meninggalkan pemikiran-pemikiran dari beberapa mdzhab itu secara total. Ajaran setiap madzhab merupakan pngetahuan dasar untuk menmgkontekstualisasikan pemikiran mereka sesuai dengan jiwa bangsa Indonesia. Dari sini dapat diketahui bahwa pengembangan ilmu hukum itu dapat dilakukan dengan metode:
a. Memakai salah satu madzhab yang paling sesuai dengan pandangan bangsa Indonesi, metode seperti ini jarang dilakukan mengingat beberapa ajaran itu mungkin sesuai tetapi ajaran itu jauh dari keselarasan. Dengan kata lain ajaran dari suatu madzhab ada yang diterima ada yang tidak diterima.
b. Melakukannya dengan cara mengolah kembali pandangan-pandangan dalam madzhab itu serta menyesuaikannya dengan konteks sosial di Indonesia. Ibarat seorang koki yng menyuguhkan masakan bagi konsumennya, sang koki meracik bimbu yang sesuai dengan lidah konsumennya, begitu juga pakar hukum yang mengembangkan “masakan” ilmu hukum dari macam-macam “bumbu” madzhab hukum untuk menghasilkan produk yang sesuai dengan “cita rasa” Indonesia.
c. Metode radikal yang dilakukan dengan membongkar ajaran-ajaran lama dan digantikan ajaran baru sama sekali dengan memperhatikan kondisi sosial Indonesia serta merumuskanya dalam ajaran yang disebut “Madzhab Indonesia”. Metode seperti ini sulit dilakukan karena pemikiran para pakar hukum indonesia tidak begitu saja lepas dari pengaruh pemikiran dari para ahli dari luar Indonesia.
Sebagaimana yang telah diungkapkan Mochtar Kusumatmaja, pengembangan hukum yang bercirikan Indonesia tidak saja dilakukan dengan mengoper begitu saja ilmu-ilmu hukum yang berasal dari luar dan yang diangap modern, tetapi juga tidak secar membabi buta mempertahankan yang asli. Keduanya harus berjalan selaras.
Dengan mengilhami dari teori law as a tool of engineering dari ajaran Roscoe pound yang beraliran yurisprudensi sosiologios mochtar kusumatmaja kemudian menganjurkan teoori hukum sebagai saranapembaharuan masyarakat.[8]beberapa karkteristik dari teori beliau yang membedakan dengan teori dari Roscoe Pound adalah:
a. Lebih menekankan peranan peraturan perundang-undangan dalam proses pembaharuan di Indonersia, sedangkan teori dari Roscoe Pound terutama ditujukan pada peranan pembaharuan terhadap putusan pengadilan,
b. Sikap yang menunjukkan kepekaan terhadap kenyataan yang menolak penerapan mekanistis dari konsespsi law as a tool of sosial engineering. Penerapan secara mekanistis demikian yang digambrkn dengan kata tool akan mengakibatkan hasil yang tidak banyak berbeda dengan penerapan legisme yang dalam penerapannyadi Indonesia banya dikritik oleh banyak pihak.
c. Apabila ada pengertian hukum termasuk pula hukum internasional, maka Indonesia sebetulnya sudah menjalankan asas hukum sebagai sarana pembaharuan masyarakat jauh sebelum konsepsi ini dirumuskan secara rsmi sebagai landasan kebijaksanaan luhur.
Beberapa pendapat para pakar hukum Indonesia yang lain mempunyai pandangan yang tidak jauh berbeda bahwa pengembangan Ilmu Hukum Nasional harus didasarkan pada jiwa dn nilai-nilai yang dianut oleh bangsa Indonesia. Soepomo, Moh. Kosnoe dan Sunaryati Hartono merupakan tokoh-tokoh yang gigih memperjuangkan hukum adat, sebagai hukum yang hidup, untuk dijadikan pijakan bagi pengembangan Ilmu Hukum Nasional.
Satjipto Raharjo memberikan catatan bahwa dalam mengkaji hukum adat ini tiodak dilakukan melalui jalur yang positivistis, normatis, legalistis karen dengan demikian akan memunculkan diskusi yang positivistis pula.[9] Tawaran beliau adalah melalui jalur keilmuan yaitu memberikan penekanan pada aspek metodologis dalam menggarap permasalahanya. Aspek metodologis ini diwakili dengan pengkajian secara anthropologis. Pemanfaatan studi anthropologis akan memberikan hasil atau keadaan yang mendekati real;itas yang ada di masyarakat.

F. Penutup
Berdasar kesimpulan diatas dapat ditarik ksimpulan bahwa permsalahn hukum di Indonesia muncul tidak lepas dari kelmahan hukum, pendidikan hukum dan sarana prasarana yang ada. Bila demikian, ilmu hukum pun dipertanyakan kembali. Konteks sosial negara Indonesia yang berlainan dengan sosial negara lain akan memberikan kesimpulan bahwa diperlukan pengembangan Ilmu Hukum Nasional yang lebih selaras dengan kondisi sosial Indonesia. Beberapa pakar hukum Indonesia telah mengadakan kajian mengenai permasalahan ini dan menyumbangkan pemikiran-pemikirannya tentang Ilmu Hukum Nasional.



DAFTAR PUSTAKA


Sidharta, Bernard Arief, Refleksi tentang Struktur Ilmu Hukum, Sebuah Penelitian tentang Fundasi Kefilfatan dan Sifat Keilmuan Ilmu Hukum sebagai Landasan Pengembangan Ilmu Hukum Nasional Indonesia, Bandung: Mandar Maju, 1999.

Rasdyidi, Lili dan Bernard Arief Sidharta, Filsafat Hukum Madzhab dan Refleksinya, Bandung: Rosdakarya,199.
Soemitro, Ronny Hanitjo, “ Madzhab-Madzhab dalam Ilmu Hukum dan beberapa Perspektif terhadap Hukum”, Jurnal Masalah-Msalah Hukum, Fakultas Universitas Diponegoro Semarang No. 4 Tahun 1990.
Rahardjo, Satjipto, Ilmu Hukum, Bandung: Citra Aditya Bhakti, 1991.
________, “Relevansi Hukum Adat dengan Modernisasi Hukum Kita”, Hukum Adat dan Modernisasi Hukum, Yogyakarta: FH-UII,1998.
Huijbers, Theo, Filsafat Hukum dalam Lintasan Sejarah, Yogyakarta: Kanisius,1993.
[1] Sutjipto Raharjo, Ilmu Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1991), p.253
[2] Ronny Hanitijo Soemitro, Madzhab-madzhab dalam Ilmu Hukum dan Beberapa Perspektif Dalam Ilmu Hukum, dalam Majalah Masalah-Masalah Hukum,(Semarang: Universitas Diponegoro,1990),p. 26.
[3] Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, …..p. 135-138.

[4] Bernard Arief Sidharta, Refleksi Tentang Struktur Ilmu Hukum……,p. 80.bahan sosial. yang dialami ng berparadigma positivistik seperti yang diajarkan oleh Hans
[5] Ibid,p.172.
[6] Ibid,p. 174.
[7] Theo Huijbrs, Filsafat Hukum dan Lintasan Sejarah, (Yogyakrta: kkanisisus, 1993),p. 30.
[8] Ibid,p. 109
[9] Satjito Raharjo, Relevansi Hukum Adat dengan Modernisasi Hukum Kita, dalam Hukum Adat dan Modernisasi Hukum, (Yogyakarta: Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, 1998),p. 168

Kamis, 17 Januari 2008

RAKYAT TEMPE

Siapa yang tak mengerti tempe di Indonesia ini, dari pengusaha yang tiap hari beralaskan BMW, guru, penjual kelontong, ibu rumah tangga, mahasiswa apalagi hingga anak kecilpun tahu apa itu tempe. Tempe memang sudah melekat jauh ke dalam tradisi masyarakat Indonesia karena memang makanan tersebut telah menyertai sejarah bangsa ini artinya keberadaan tempe di Indonesia memang sudah sejak lama, bahkan karena saking mentradisinya rasanya tak lengkap kalau belum menyantap tempe, kebutuhan akan tempe sama seperti kebutuhan akan nasi, orang belum merasa makan kalau belum makan nasi. Melekatnya tempe dengan makanan Indonesia ini sudah tersebar di belahan dunia, diantaranya adalah di Amerika dan Jepang. Di Jepang konon tempe dipercayai mengandung banyak khasiat diantaranya membantu proses pencegahan penuaan dini, maka tak heran jika masyarakat Jepang masih terlihat bugar walau di usia lanjut.
Dulu tempe dipandang sebagai makanan yang rendah, dimana orang hanya makan tempe maka saat itu orang tersebut dalam keadaan muflis alias bokek, dengan mudahnya tempe tersebut kita bisa dapatkan. Namun sekarang kenyataan berkata sebaliknya, harga kedelai meroket, selama 6 bulan terakhir sekitar Rp. 3000 per kg sekarang menjadi Rp. 7000 bahkan di sejumlah daerah tertentu ada yang menjual sekitar Rp.8000. Kenaikan harga kedelai ini disebabkan kurangnya persediaan kedelai di Indonesia, tahun ini Indonesia mengimpor kedelai sekitar dua pertiga atau 60 persen dari kebutuhan kedelai saat ini. Penjual keliling, produsen tempe, pedagang angkringan sampai petani kecilpun hilang, mereka yang notabenenya adalah masyarakat kecil yang tebiasa bergelut dengan tempe sebagai mata pencahariannya.
Sebenarnya ini kesempatan bagi petani sebagai produsen dasar kedelai untuk memberi angin segar, ya katakanlah istirahat dari kerja kerasnya yang selama ini tak sebanding pada keringat yang di curahkan. Tapi angin segar itu hanyalah mimpi semata, berdasarkan penelitian, petani hanya memperoleh keuntungan 15 persen sedangkan yang selebihnya adalah keuntungan yang dirasakan pedagang. Ya memang pemerintah lebih memperhatikan demonya para buruh menuntut harga bahan pokok yang melambung, sedang petani yang dikorbankan maka mau tak mau harus mengimpor. Bagaimana petani mau maju kalau selama ini hanya menjadi korban alasan yang salah kaprah "demi kesejahteraan umum".
Indonesia ini kan negara agraris, dimana wilayahnya lebih dominan di bawah pengelolaan petani yang seharusnya petani memiliki posisi pertama dalam memperoleh hasil dari sumber ekonomi yang begitu dahsyat ini, kurang apa tanah Indonesia ini, hingga oleh Koes Plus dinyatakan "tongkat saja kalau ditanam akan bisa buat makan", tetapi mengapa harus petanilah yang menjadi masyarakat paling rendah dalam kelas ekonomi, hingga muncul fenomena bahwa kalangan petani adalah kalangan rakyat miskin.
Respon dari masyarakat kita yang paling bater adalah respon yang sementara diantaranya adalah:
1. menaikkan harga mengikuti kenaikan bahan baku (kebijakan tidak populer)
2. demo ke presiden (semua persoalan cenderung didemokan ke pimpinan tertinggi)
3. mengurangi ukuran (kompromi win-win)
4. mencampur bahan dengan material lain yang lebih murah (menurunkan kualitas, baca di sini)
5. berpaling ke bahan lain (baca di sini, cukup cerdas tapi biasanya respon kurang seimbang, penyakit lama kita yang monokultur)
6. berpaling ke kedelai lokal
7. tiarap (hibernasi, wait n see)
8. berpaling profesi (pelarian)
9. rame-rame nanam kedelai (fenomena trend sesaat di agribisnis, seperti yang sudah-sudah: budidaya jamur, jangkrik, cacing, lobster darat, gelombang cinta dll)
Pemahaman ulang secara kritis sangat di butuhkan dalam masalah ini dan pemerintah tidak usah menunggu demo-demo rakyat kecil terlalu kasihan jika mereka harus memprotes menuntut keadilan karena jika mereka menghabiskan tenaganya untuk demo yang sangat kecil kemungkinan memperbaiki keadaan mending untuk bekerja cari makan untuk nanti malam atau besok hari, mereka hanya bekerja sebatas untuk makan.
Kearifan nasional dan semangat pembangunan disertai rasa persaudaraan bahwa kita satu tubuh sangat dibutuhkan saat ini.

Netralitas Birokrasi dari Politik

Bicara mengenai fenomena birokrasi di Indonesia, mulai dari birokrasi pemerintah yang menjadi representasi rakyat misal, DPR, DPRD, gubernur sampai pada birokrasi pemerintah yang berfungsi sebagai aset ekonomi negara, seperti BUMN begitu ironis, karena ada tumpang tindih kepentingan politik. Birokrasi Indonesia termasuk dalam birokrasi terburuk dan belum mengalami perbaikan berarti dibandingkan keadaan di tahun 1999, Meskipun lebih baik dibanding keadaan Cina, Vietnam dan India. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Political and Economic Risk Consultancy (PERC) yang berbasis di Hongkong melalui pendapat para eksekutif bisnis asing (expatriats).
Apakah birokrasi perlu berpolitik atau tidak, merupakan persoalan yang sering dibahas dalam studi ilmu politik. Untuk kasus Orde Baru, pada praktiknya birokrasi terlibat dalam kepengurusan dan pemenangan partai politik pemerintah. Kalangan aktor politik, para ilmuwan politik dan cendikiawan pun ada yang berbeda pandangan, ada yang menyatakan setuju (pro) dan ada yang menyatakan menolak (kontra) terhadap peran pegawai pemerintah dalam kehidupan politik.
Mereka yang setuju birokrasi boleh berpolitik antara lain mendasarkan diri pada asumsi dasar bahwa semua orang mempunyai hak memilih dan hak dipilih, tidak rasional membatasi peran politik birokrasi. Pembatasan hak merupakan tindakan pelanggaran HAM, khususnya soal hak-hak rakyat. Mereka yang kontra berpendapat gejala tumpang tindihnya peran sebagai pelayan masyarakat dan aktor politik sekaligus, baik dalam tingkatan perorangan maupun institusi birokrasi, diduga dan diyakini akan menyebabkan conflict of interest yang pada akhirnya akan merusak salah satu wadah tersebut, merusak kinerja birokrasi ataupun bisa merusak kehidupan politik, yang menciptakan pembusukan politik dalam jangka panjang. Praktik birokrasi di negara-negara berkembang menunjukkan, pemihakan birokrasi pada suatu partai politik telah memunculkan ketidakpuasan-ketidakpuasan politik, khususnya dari kalangan birokrasi itu sendiri.
Ada kecenderungan beberapa aspek negatif yang bisa dikemukakan, untuk dikaji ulang, sebagai dampak dari keberpihakkan birokrasi dalam politik di Indonesia. Pertama, terjadi keterpasungan pegawai birokrasi dalam kehidupan politik, khususnya akibat yang menimpanya jika memilih partai selain partai tertentu (Golkar). Saat itu, jika ada pegawai birorkasi yang memilih atau menjadi pengurus partai yang tidak ditentukan penguasa politik, harus keluar dari jajaran birokrasi. Kedua, keberpihakan birokrasi pada Golkar telah membawa ketakutan terhadap sebagian anggotanya, khususnya saat kampanye. Ketiga, keberpihakkan birorkasi pada Golkar lebih mengakibatkan ancaman-ancaman struktural ketimbang fungsional. Keempat, kecenderungan pelayanan birokrasi yang diskriminatif, baik dalam aspek administratif maupun pembangunan. Kelima, keberpihakkan birorkasi pada salah satu partai politik memperlemah profesionalisme organisasi pemerintahan.
Arah baru atau model reformasi birokrasi perlu dirancang untuk mendukung demokratisasi dan terbentuknya clean and good governance yaitu tumbuhnya pemerintahan yang rasional, melakukan transparansi dalam berbagai urusan publik, memiliki sikap kompetisi antar departemen dalam memberikan pelayanan, mendorong tegaknya hukum dan bersedia memberikan pertanggungjawaban terhadap publik (public accountibility) secara teratur. Antara lain: (1) Birokrasi Indonesia ke depan perlu mendukung dan melakukan peran pemberdayaan dan memerdekakan masyarakat untuk berkarya dan berkreatifitas. (2) Birokrasi bertindak profesional terhadap publik. Berperan menjadi pelayan masyarakat (public servent). (3) Birokrasi yang saling bersaing antar bagian dalam meningkatkan kualitas dan kuantitas dalam melayani publik secara kompetitif, bukan minta dilayani atau membebani masyarakat dengan pungutan liar, salah urus, dan ketidakpedulian. (4) Birokrasi yang melakukan rekruitmen sumber daya manusianya melalui seleksi fit and proper test, bukan mengangkat staf atau pimpinan karena alasan kolusi dan nepotisme. (5) Birokrasi yang memberikan reward merit system (memberikan penghargaan dan imbalan gaji sesuai pencapaian prestasi) bukan spoil system (hubungan kerja yang kolutif, diskriminatif dan kurang mendidik, pola reward dan punishment kurang berjalan). (6) Birokrasi yang bersikap netralitas politik, tidak diskriminatif, tidak memanfaatkan fasilitas negara untuk kepentingan partai politik tertentu. Dengan demikian semoga dapat tercipta budaya bangsa yang displin dan profesinal.

Rabu, 16 Januari 2008

Makna Sebuah Peninggalan

Arti Peninggalan Sejarah
“Bangsa yang berwibawa adalah bangsa yang menghargai sejarah”, adalah sebuah ungkapan yang perlu kita pahami kembali bagi bangsa Indonesia. Hilangnya beberapa arca peninggalan sejarah dari Museum Radya Pusaka Solo beberapa waktu lalu patut kita cermati sebagai refleksi penghormatan dan kepedulian kita terhadap peninggalan sejarah, yang berarti pula sejarah panjang bangsa kita.
Mengamati proses hilangnya araca-arca tersebut kita bisa menilai betapa mudahnya perpindahan kepemilikan benda sejarah dari tangan satu ke tangan yang lain. Perpindahan beberapa arca tersebut tentunya telah dirancang secara sistematis dan kemungkinan besar terdapat keterlibatan orang dalam untuk memperlancar kasus tersebut, hal ini terbukti dengan terungkapnya beberapa nama dalam proses penyidikan polisi yang ternyata orang-orang tersebut adalah orang yang terbiasa berhubungan dengan arca-arca yang hilang. Apalagi ketika diketahui terdapat surat dengan tanda tangan palsu dari Sampeyan Dalem Ingkang Sinuhun Pakoe Boewono (PB XIII) Hangabehi.
Kita tidak ingin serta merta mencari siapa pihak yang bertanggungjawab atas pengoleksian benda bersejarah ini, hanya saja kita pantas prihatin, betapa tidak pedulinya bangsa ini terhadap peninggalan nenek moyang, yang seharusnya menjadi penting sebagai dokumentasi agung bangsa Indonesia. Ketidak pedulian tersebut ternyata terjadi pada semua setrata masayarakat kita, termasuk mereka yang seharusnya menyadari bahwa kita mempunyai tanggungjawab bersama melestarikan benda-benda purbakala.
Sebenaranya hilangnya benda-benda purbakala di Museum Radya Pusaka Solo bukanlah yang pertama kali terjadi, peristiwa yang sama pernah terjadi di tempat lain, tetapi kita baru sadar ketika benda-benda tersebut ramai dibicarakan orang untuk diperebutkan baik di dalam maupun di luar negeri. Memang Indonesia termasuk bangsa yang mempunyai banyak peninggalan sejarah, tetapi sangat disayangkan jika kekayaan sejarah itu tidak dihargai bahkan dijadikan sebagai barang penukar kekayaan semata dan kasus hilangnya arca-arca tersebut telah menjadi salah satu bukti rendahnya kepedulian kita terhadap peninggalan sejarah.
Sikap peduli terhadap peninggalan sejarah adalah sikap yang penting untuk ditanamkan pada warga negara kita, karena hal ini merupakan upaya menguatkan nasionalisme bangsa. Peninggalan sejarah adalah kekayaan yang harus kita lestarikan dan juga sebagai dokumen penting bagi jati diri bangsa untuk mengetahui nilai-nilai yang telah diajarkan oleh nenek moyang kita. Betapa bangga ketika kita mendengar kisah luasnya kekuasaan Kerajaan Majapahit dulu atau kebesaran Patih Gajah Mada dalam menaklukkan wilayah kekuasaannya. Tapi sejarah tinggallah sejarah, seakan-akan tidak membekas sedikitpun dalam semangat generasi kita, hal ini dikarenakan kita tidak tahu sejarah perjuangan berdirinya bangsa ini. Sekarang adalah waktu yang tidak bisa ditawar lagi untuk belajar menghormati sejarah agar kita dapat mengembangkan peradaban bangsa. Bagaimana kita mau belajar menjadi bangsa yang beradab, kalau peradaban sendiri saja diperjualbelikan?
Menumbuhkan kepedulian terhadap peninggalan sejarah memang bukan parkara yang mudah. Hal ini harus dilakukan oleh seluruh elemen masyarakat, diantaranya; memberikan pendidikan sejarah pada generasi muda, melestarikan budaya masing-masing daerah, pengawasan pemerintah terhadap tempat-tempat penyimpanan benda sejarah melalui proses keamanan harus ditingkatkan dan pembangunan atas tempat-tempat penyimpanan tersebut agar lebih menarik, sehingga orang akan tertarik untuk mengkaji hasil peradaban nenek moyang Indonesia. Hal inilah yang dilakukan Cina terhadap pelestarian peninggalan sejarahnya, memang bangsa ini tak sekaya bangsa Cina, tapi Cinapun dulu juga bersusah payah melestarikan peninggalan sejarahnya sebelum menjadi Cina seperti sekarang, apalagi Cina adalah bangsa yang mempunyai banyak peninggalan sejarah.
Hilangnya arca-arca dari Museum Radya Pusaka Solo kita harapkan dapat segera ditemukan dan dikembalikan sebagai kekayaan sejarah. Tentunya kita sangat mendukung terhadap segala upaya yang dilakukan semua pihak, agar kita bisa mengetahui bagaimana proses keluarnya arca-arca tersebut dari Museum dan agar kita belajar dari pengalaman untuk tidak melakukannya lagi, karena peninggalan sejarah adalah kekayaan bangsa yang harus kita lestarikan.


Nama : M. Khoirur Rofiq
Pendidikan : Mahasiswa Hukum Islam, Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta
Domisili : Jl.Kaliurang KM.14,5 No.71 Rt01/Rw05 Lodadi Ngemplak Sleman Yogyakarta 55584
e-mail : mooztava@yahoo.co.id

Minggu, 13 Januari 2008

Indonesia Tenggelam

Banyaknya musibah banjir sekarang ini yang melanda di sebagian besar wilayah Indonesia membuat preview wilayah Indonesia seperti pulau yang tergenang oleh air,, hiiii ngeri.
Akankah Indonesia hilang dari permukaan bumi.
hi.. namanya juga keriting mikirnya juga keriting dong.
Pemikiran ideal kadang berawal dari pemikiran yang Gila,,
Maklum ne belum dapat logistik, jadi logikanya belum jalan, tunggu ya kabar dari keriting selanjutnya..