Minggu, 17 Februari 2008

MALU untuk MULIA


Samasekali tak ada niat untuk mengajari siapapun, ketika aku menuliskan cipratan dari uneg-unegku. Karena memang tak ada kapasitas apapun untuk menyampaikannya, hanya sebatas pernah mengetahui ihwal serpihan-serpihan ilmu yang kuperoleh dari lirih nyanyian angin malam, kocar-kacir dedaunan yang terbang dihempasnya, aliran air selokan belakang kos yang penuh aroma menusuk hidung, dari kerut kulit wajah orang-orang yang silih berganti aku jumpai, hingga uraian-uraian yang kudengar, kulihat, kubaca dari media yang berebut untuk tumbuh di muka bumi melebihi jutaan daun-daun yang tumbuh dari cabangya, padahal aku tak tahu apa yang mereka bawa apakah suatu kebenaran nyata ataukah hanya kebohongan yang terbalut poles kebenaran.

Terserah pada pembaca akan menilai, karena memang uneg-uneg ini bebas nilai, tapi aku yakin akan sesuatu yang kita semua miliki yaitu akal dan “hati”, dengan itu aku mengajak pembaca (yang mau mendengarkan) untuk kita gunakan semurni dan sedasar mungkin dalam merespon apapun di sekitar kita, termasuk cipratan uneg-uneg kecilku, namanya juga cipratan maka ya tentu saja hanya sedikit.

Bukan sebuah kritik terhadap kebijakan pemerintah yang serba runyam bikin Pecas Ndahe jika ikut mikir… bukan karya ilmiyah yang syarat dengan metodologi penelitian, bukan pula nasihat sakral yang secara implisit maupun eksplisit menghendaki pembaca untuk menerima dengan sami’na wa ato’na, tapi hanya sebatas penyampaian tentang malu,,,,

Mendapatkan semua yang kita inginkan adalah sifat manusia sebagai makhluk yang tak hanya di karuniai Allah dengan akal saja tapi juga dengan nafsu, jika nafsu telah mengendalikan setir cara kita berpikir dan bertindak, maka yang ada adalah perlombaan untuk mendapatkan keinginannya. Tidak berhenti di situ saja peran nafsu dalam mengompori pikiran piciknya, tapi berlanjut pada pengakuan bahwa dirinya lebih dari yang lain, lebih kaya , lebih pandai, lebih cantik, lebih takwa, lebih dermawan, lebih berkuasa, lebih bebas dari siapapun.

Ngebet untuk mendapatkan pengakuan inilah yang membuat masing-masing orang berlomba dengan cara membenarkan dan menghalalkan segala cara, tak adalagi rasa malu bahwa dirinya telah menjilati bokong dan kemaluan keserakahan hanya untuk pengakuan terhadap dirinya, padahal apalah arti sebuah kebebasan memeras orang lain jika hatinya selalu diperas oles rasa takutnya sendiri akan kehilangan semua yang dia punya, maka sebetulnya ia sangat kecil padahal kekuasaan dimiliknya, ia sangat takut padahal keamanan dan bodyguard mengelilinginya, akhirnya hidup dalam penjara ketakutan berteman setia ancaman kematian.

Orang yang bebas adalah orang yang memerdekakan hatinya dari keinginan untuk menguasai orang lain, karena setiap makhluk diciptakan dengan kebebasannya. Kebebasan yang tidak merenggut kebebasan orang lain, akan tetapi kebebasan untuk saling menghormati sesama. Kebebasan inilah yang akan mendatangkan kedamaian dalam hati dan ketrentaman diantara manusia.

Cara untuk membebaskan diri kita adalah dengan menghormati kebebasan orang lain dengan tidak mencuri haknya dan memberikan yang terbaik pada orang lain sekecil apapun, karena kebaikan tidak akan datang dengan sia-sia, melainkan datang sebagai sodaqah untuk diri sendiri dan orang lain, sebagaiman Riwayat Jabir bin Abdullah ra bahwa Nabi bersabda: “segala kebaikan adalah sodaqah” [ Jawahir al Bukhari, hal. 465] Akankah lebih baik kita berlomba menyenangkan diri kita dan orang lain dengan kebaikan dan cinta, karena balasan dari keduanya adalah hal serupa. Beda masalah jika kita berlomba mendapatkan kesenangan pribadi dengan menindas orang lain, balasannyapun akan serupa.

Mari kulo lan panjenengan sedoyo mulai membebaskan diri dengan pertama kali merasa malu pada diri kita, hitung apa yang tlah kita perbuat untuk diri kita dan orang lain, cinta yang semakin merekah, ataukah kebencian yang melahirkan kedengkian dan permusuhan? Apakah kita punya rasa malu pada Dzat yang Maha Mengawasi perbuatan kita, padahal Ia mengawasi setiap tindakan kita bahkan apa yang kita pikirkan. Mari kita mencoba menjadi pemalu dalam hal yang tiada manfa’at dan keburukan. Kita juga harus malu untuk sekedar memikirkannya. Yakinlah bahwa malu untuk membela kebaikan itu sangat mulia. Sebagaiman sabda Nabi: “malu tidak datang kecuali membawa kebaikan” [Jawahir al Bukhari, hal. 473].

Malu bukan berarti pengecut, karena yang dinamakan pengecut adalah orang yang malu melakukan kebaikan, kebenaran dan perintah syar’i, dan tidak malu jika melakukan kejahatan, kebohongan, dan perbuatan yang melanggar syar’i. Jadilah pemalu mulai saat ini, karena semakin banyak orang yang sudah kehilangan rasa malu dan memilih untuk dipermalukan oleh nafsunya. Banyak orang yang sudah kehilangan kehormatan demi kekayaan, ketenaran, dan kekuasaan.

Semoga dengan malu pada diri sendiri, pada orang lain dan pada Allah, kehormatan kita selalu terjaga dalam naungan pertolongan-Nya. Amin…

1 komentar:

Ibnu mufti mengatakan...

pertama lihat blog terutama tulisanmu dah lumayan oke dan tertata rapi, moga terus produktiv.........
ya sesuai dgn rambutmu, mang u tu org
yg konsisten menamai blogmu. he..